Menggali Makna Ilmu Kebatinan: Rahasia Tersembunyi di Balik Tradisi Jawa

Menggali Makna Ilmu Kebatinan: Rahasia Tersembunyi di Balik Tradisi Jawa

Mengapa ilmu kebatinan itu penting bagi orang Jawa? Mungkin kalian sudah tidak asing lagi dengan banyaknya perguruan atau padepokan spiritual yang ada di Jawa, yang sudah eksis bahkan sejak era Hindia Belanda. Namun, ilmu kebatinan ini kerap dianggap hanya sebatas ilmu gaib atau supranatural belaka oleh orang-orang awam. Di periode Orde Baru hingga era Reformasi, orang yang mempraktikkan ilmu kebatinan seringkali distigmatisasi sebagai praktisi pendukunan, seolah-olah mereka tidak lepas dari praktik santet, pelet, pesugihan, dan penyembuhan gaib. Meskipun kerap mendapat stigma buruk dari masyarakat, nyatanya ilmu kebatinan tetap eksis hingga kini dan terus memiliki peminat.

Sebenarnya, apa yang membuat ilmu kebatinan ini menarik dan tetap dipertahankan hingga kini di tengah gempuran anggapan sebagai olahan kafir, sesat, bid’ah, atau cemoohan kuno dan ketinggalan zaman oleh orang-orang modern? Setelah saya membaca buku “Kamis Supernatural” dan “Yang Jauh Tersembunyi,” ternyata ilmu kebatinan itu sebenarnya sangatlah penting. Manfaatnya jauh dari sekadar ilmu gaib, supranatural, santet, pelet, dan penyembuhan gaib belaka. Maknanya jauh lebih dalam dan lebih agung daripada itu. Ilmu ini banyak dicari oleh orang-orang Barat, yang menyebutnya dengan istilah “inner world.” Inilah yang membuat banyak orang asing akhirnya membuka retreat Tantra Yoga dan beragam retreat spiritual lainnya di Bali.

Sebagai orang Jawa, seharusnya kita bersyukur karena ilmu ini sudah melekat dalam tradisi kita dan terus ada secara turun-temurun. Walaupun banyak ideologi baru yang mencoba mereduksi peminatnya, setidaknya inilah alasan mengapa ilmu kebatinan itu penting. Semua ini saya pahami setelah membaca penjelasan dari buku “Bikambing Supernatural,” sebuah karya Dr. Joe Dispenza, seorang ilmuwan neurosains dari Amerika Serikat yang cukup konsen dalam meneliti kearifan spiritual kuno.

Baca Juga  Komunikasi Malaikat Leluhur dan Dewa dengan Manusia

Dalam aksara Honocoroko di Jawa, sebenarnya sudah tersirat salah satu rahasia kehidupan manusia, di mana manusia terdiri dari tiga elemen: Cipta (pikiran), Rasa (jiwa), dan Karso (tubuh). Sebelum huruf Caraka, ada huruf “ha” dan “no,” yang berarti Tuhan. Secara literal, baris pertama dalam huruf Jawa ini diartikan sebagai berikut: ada Tuhan dalam diri manusia yang mengendalikan pikiran, jiwa, dan tubuh. Tuhan ini mempribadi dalam diri manusia menjadi “ingsun,” yang merupakan bahasa filosofis dari kesadaran murni kita.

Dalam buku “Bikambing Supernatural,” dijelaskan bahwa pikiran (Cipta) dan jiwa (Rasa) adalah dimensi batin manusia, sedangkan tubuh (Karso) adalah dimensi fisik yang nampak dari luar. Jika tubuh fisik dihilangkan, maka yang tersisa adalah dimensi batin, yakni pikiran dan jiwa. Pikiran sendiri ada dua jenis: pikiran sadar (conscious mind) dan pikiran tak sadar (unconscious mind). Pikiran manusia, baik sadar maupun tak sadar, adalah energi yang berupa medan listrik. Jiwa manusia adalah bagian dari manusia yang merasa, yang juga merupakan energi berupa medan magnetik. Kita bisa menjadi magnet bagi apapun di semesta sesuai dengan kondisi pikiran dan kejiwaan kita.

Secara keseluruhan, manusia sebenarnya adalah energi yang berupa medan elektromagnetik. Uniknya, 80-90% kehidupan manusia ini dikendalikan oleh pikiran tak sadar. Melalui pikiran tak sadar inilah, manusia bisa menyembuhkan diri sendiri, membentuk susunan DNA baru, merubah sistem, merubah mindset, meruntuhkan mental block, bahkan menyembuhkan trauma. Dengan treatment tertentu, pikiran tak sadar ini juga bisa membuat manusia menjadi supernatural. Uniknya, pikiran baik sadar maupun tak sadar dan jiwa ini dikontrol oleh kesadaran murni kita, yang juga tak terlihat secara kasat mata.

Baca Juga  5 Tanda Malaikat, Leluhur, atau Dewa Sedang Berkomunikasi dengan Kita

Artinya, kesadaran murni ini merupakan dimensi batin manusia. Menariknya, semesta ternyata merespon dan berkomunikasi dengan manusia melalui batin kita. Pikiran dan jiwa kita adalah medan elektromagnetik yang berisi informasi yang terus kita pancarkan ke luar tubuh, dan ini menentukan tingkat vibrasi dan frekuensi kita. Semesta merespon medan elektromagnetik ini, sebab pada dasarnya semua yang ada di semesta ini adalah energi. Di mana ada energi, di situ ada vibrasi; di mana ada vibrasi, di situ ada frekuensi; dan di mana ada frekuensi, di situ ada informasi yang bisa disampaikan dan ditangkap.

Jika kalian belajar fisika kuantum, terutama dari buku “Yang Jauh Tersembunyi,” ada penjelasan menarik bahwa ketika semua dimensi tubuh fisik dihilangkan, termasuk atom-atom dan partikel sub-atom yang menyusun sel manusia, yang tersisa hanyalah energi murni. Dalam filosofi energi murni ini, selaras dengan definisi kesadaran murni kita. Pada dasarnya, bila semua materi di semesta ini dihilangkan, yang tersisa adalah energi murni atau kesadaran murni, dan semua saling terkait atau terkoneksi satu sama lain.

Namun, ketika energi murni ini sudah mengikat atom-atom penyusun otak dan organ tubuh kita, jadilah manusia bisa berpikir dan merasa. Pikiran dan perasaan manusia inilah yang naik turun menentukan vibrasi dan frekuensi kita. Semesta merespon kita sesuai dengan kondisi pikiran dan jiwa kita saat itu. Kita menarik apapun dari semesta sesuai dengan frekuensi kita. Inilah sebenarnya yang dipelajari oleh orang-orang spiritual Jawa. Olah batin atau inner work adalah latihan untuk mengendalikan pikiran dan jiwa manusia, sampai manusia menjadi sadar kembali akan hakikat dirinya sebagai sebuah kesadaran murni. Dengan olah batin ini, manusia bisa menjadi lebih sadar dengan semesta dan hidup selaras dengan alam, sehingga tercapai kehidupan yang damai, tentram, sehat, bahagia, dan berkelimpahan. Orang yang sudah mencapai kesadaran murni ini disebut sebagai orang yang sudah tercerahkan.

Baca Juga  Kejawen: Filosofi Spiritual Tanpa Kitab Suci

Copyright © 2025 Belajar... Tumbuh... Berbagi