Entah apa maunya Ustadz Tengku Zulkarnain ini. Bagi saya pribadi, baik jubah maupun batik, dua duanya tidak lebih dari sekedar budaya, bukan dari keyakinan. Kenapa harus dikorek-korek masalah perbedaan yang bisa memicu terjadi polemik? Sebagai seorang ustadz, seharusnya dia bersikap, berbuat, dan berucap hal hal yang menyajikan umat. Bukankah begitu?
Baik tidaknya ahlak seseorang tidak ada hubungannya dengan kebiasaan berjubah. Abu Jahal dan Abu Lahab pun berjubah bukan?
Mungkin pernyataan beliau bisa sedikit dipaksakan jika yang dibandingkan adalah bikini batik yang tidak menutup aurat dengan gamis jubah yang menutupi tubuh dengan sempurna. Tidakkah beliau berpikir dan melihat banyaknya desainer yang membuat jubah batik yang sopan, indah dipandang, dan elegan?
Bagaimana sejarah batik di Indonesia terjadi? Ada yang berpendapat bahwa kata batik sendiri yang berkebalikan dengan kitab, bukanlah faktor kebetulan belaka. Konon seni batik sendiri awalnya diperkenalkan oleh Wali Songo dalam rangka dakwah pada masyarakat Saat itu. Pendekatan budaya dengan seni kaligrafi yang bersymber dari kitab suci. Batik awalnya adalah seni menulis kaligrafi yang bersumber pada tulisan-tulisan yang ada pada kitab suci. Entah kebetulan atau tidak, coba baca tulisan “batik” dari kanan ke kiri, jadi apa? Jadi “kitab” khan? 😊
Lagipula, siapa juga yang benci pada jubah? Jika banyak orang indonesia tidak suka pada Habib Rizieq yang kebetulan sehari-rahinya berjubah, bukan berarti seluruh masyarakat Indonesia pasti benci pada jubah. Gak bisa digeneralisir begitu donk, Pak Ustadz… 🙂