Sebetulnya saya tidak pernah usil pada teman-teman yang berkeyakinan harus berjilbab syar’i hingga pakai cadar sekalipun. Itu khan masalah pribadi. Saya merasa nyaman kok di tengah anggota keluarga yang sudah memutuskan berhijab. Bahkan istri dan anak-anak saya pun jilbabnya, secara ritual, sudah berstandar syar’i. Adik dan keponakan saya pun begitu. Salah seorang istri sepupu saya bahkan bercadar. Meski dalam hati saya sering mempertanyakan masalah kenapa Rasulullah menyatakan wajah dan tangan tdk termasuk aurat?
Wajah adalah identitas seseorang yang mudah dikenali dan tangan merupakan identitas seseorang yang untuk mengenalinya diperlukan keahlian khusus. Penegak hukum memerlukan keduanya untuk mengidentifikasi sebuah tindak kejahatan agar tidak salah tangkap orang untuk mempertanggungjawabkan kejahatannya.
Allah tidak menetapkan sebuah hukum yg bertentangan dengan prinsip kebenaran. Sebagaimana Allah memberi pahala untuk masing-masing individu, demikian juga Allah menetapkan hukuman bagi masing-masing individu. Dan dalam bermuamalah dengan manusia, Allah menciptakan wajah manusia berbeda-beda agar bisa diidentifikasi. Kejahatan si A tidak boleh dituduhkan kepada si B, demikian juga kebaikan si A tidak boleh disandangkan kepada si B.
Burqa boleh dipakai jika terjadi badai pasir agar pasir tidak mengenai mata, sebagaimana halnya baju renang boleh dipakai di kolam renang. Jangan pakai baju renang ke pasar.
Oh iya.. senyuman seseorang kepada yg lain adalah ibadah. Apakah tersenyum di dalam karung termasuk ibadah juga karena tidak terbaca oleh orang awam?
Itu yang terlintas saat dalam pikiran saat saya bertemu di jalan dengan orang-orang yang bercadar.
Hal sebaliknya pun berlaku. Saya pribadi pun tidak pernah usil apalagi menghakimi teman-teman yang belum atau memilih untuk tidak berjilbab menutup rambutnya. Saya juga tidak gatal “mendakwahi” mereka agar supaya cepat-cepat berhijab secara penampilan.
Di bawah ini adalah sebuah cerita, yang mungkin banyak diviralkan di group-group WhatsApp kelompok pengajian. Arah dari cerita ini sudah jelas, menekankan pentingnya berhijab bagi wanita. Kita simak dulu ya
Al-Kisah diceritakan, ada seorang wanita yang dikenal taat dalam beribadah. Dia sangat rajin melakukan ibadah wajib maupun sunnah. Hanya ada satu kekurangannya, ia tak mau berjilbab menutupi auratnya.
Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum, seraya menjawab: “Insya Allah yang penting hati dulu yang berjilbab.” Sudah banyak orang yang menanyakan maupun menasihatinya. Tapi jawabannya tetap sama.
Hingga suatu malam ia bermimpi sedang berada disebuah taman yang indah. Rumputnya sangat hijau. Berbagai macam bunga bermekaran. Ia bahkan bisa merasakan bagaimana segarnya udara dan wanginya bunga. Sebuah sungai yang sangat jernih.
Airnya kelihatan melintas di pinggir taman. Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela jarinya. Ada beberapa wanita di situ yang terlintas juga menikmati pemandangan keindahan taman.
Foto Ilustrasi
Ia pun menghampiri salah satu wanita tersebut. Wajahnya sangat bersih, seakan-akan memancarkan cahaya yang sangat lembut. “Assalamu’alaikum saudariku…” “Wa’alaikum salam…, selamat datang wahai saudariku…” “Terimakasih, apakah ini syurga?” Wanita itu tersenyum. “Tentu saja bukan wahai saudariku. Ini hanyalah tempat menunggu sebelum surga.”
“Benarkah? Tak bisa kubayangkan seperti apa indahnya surga jika tempat menunggunya saja sudah seindah ini…” Wanita itu tersenyum lagi kemudian bertanya, “Amalan apa yang bisa membuatmu kembali wahai sudariku?” “Aku selalu menjaga shalat, dan aku menambah dengan ibadah-ibadah sunnah. Alhamdulillah.”
Tiba-tiba jauh diujung taman ia melihat sebuah pintu yang sangat indah. Pintu itu terbuka, dan ia melihat beberapa wanita yang di taman tadi mulai memasukinya satu per satu. “Ayo, kita ikuti mereka!” Kata wanita itu sambil setengah berlari. “Apa di balik pintu itu?” “Tentu saja surga wahai saudariku…”
Larinya semakin cepat. “Tunggu… tunggu aku…” Ia berlari sekancang-kencangnya, namun tetap tertinggal. Wanita itu hanya setengah berlari sambil tersenyum padanya. Namun ia tetap saja tak mampu mengejarnya meski ia sudah berlari sekuat tenaga.
Ia lalu berteriak, “Amalan apa yang engkau lakukan sehingga engkau tampak begitu ringan?” “Sama denganmu wahai saudariku…” Jawab wanita itu sambil tersenyum. Wanita itu telah mencapai pintu. Sebelah kakinya telah melewati pintu. Sebelum wanita itu melewati pintu sepenuhnya, ia berteriak pada wanita itu, “Amalan apalagi yang engkau lakukan yang tidak aku lakukan?” Wanita itu menatapnya dan tersenyum lalu berkata, “Apakah engkau tidak memperhatikan dirimu apa yang membedakan dengan diriku?”
Ia sudah kehabisan nafas, tak mampu lagi menjawab, “Apakah engkau mengira bahwa Rabbmu akan mengizinkanmu masuk ke surga-Nya tanpa jilbab penutup aurat?” Kata wanita itu. Tubuh wanita itu telah melewati, tapi tiba-tiba kepalanya mengintip keluar memandangnya dan berkata, “Sungguh disayangkan, amalanmu tak mampu membuatmu mengikutiku memasuki surga ini. Cukuplah surga hanya sampai di hatimu karena niatmu adalah menghijabi hati.”
Ia tertegun… lalu terbangun… beristighfar lalu mengambil wudhu. Ia tunaikan shalat Malam, menangis dan menyesali perkataannya dahulu.
Dan sekarang ia berjanji sejak saat ini ia akan MENUTUP AURATNYA.
Allah SWT Berfirman “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, ‘hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal karena mereka tidak diganggu. Dan ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al- Ahzab: 59)
Berjilbab adalah perintah langsung dari ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala, lewat utusan-Nya yakni baginda Nabi Besar Muhammad Rasulullah Saw. Yang namanya perintah dari ALLAH adalah wajib bagi seorang hamba untuk mematuhi-Nya. Dan apabila dilanggar, ini jelas ia telah berdosa.
Semoga cerita di atas mengilhami bagi wanita yang belum berhijab. Karna berhijab bukan sekedar menjadi identitas seorang musimah saja tapi ini adalah kewajiban yang harus di kerjakan. Semoga bermanfaat buat semua. Yuk kita sebarkan.
Opini Pribadi :
Kalau kita telaah dan pikirkan lebih mendalam, masalah berhijab sebetulnya jauh lebih dalam dari sekedar cara berbusana seorang muslimah. Secara leterlek memang cuma diartikan sebagai pakaian yang menjulur ke seluruh tubuh agar menutupi aurat secara sempurna. Pengertian aurat itu sendiri apa? Cuma sebatas anggota badan? Ternyata lebih dari itu. Aurat itu adalah perbuatan yang memalukan kita saat dihisab dihadapan Rabb. Menutup aurat bisa ditafsirkan sebagai menjaga segala pikiran, perkataan, perbuatan, dan kebiasaan kita, dari hal-hal yang tidak diridhoi oleh-Nya. Bagaimanapun tertutup dan terjulurnya cara berpakaian seorang wanita hingga menutupi tubuhnya, tetap saja pada hakikatnya belum berhijab, jika pikiran, perkataan, dan perbuatan sehari-harinya belum sesuai dengan aturan Tuhan. Bukan cuma masalah habluminallah, tapi juga habluminannas. Manusia adalah khalifah fil ardh, penjaga dan pemelihara alam semesta. Bagaimana mungkin dia bisa memelihara alam semesta jiga interaksinya dengan sesama manusia saja tidak beres?