Hakikat Spiritual Islam = Manunggaling Kawulo Gusti?

Hakikat Spiritual Islam = Manunggaling Kawulo Gusti?

“Apa benar spiritual itu adalah ajaran sesat dalam Islam? ini adalah pertanyaan sekaligus pernyataan yang sering saya dengar ketika ada orang yang mempelajari ilmu-ilmu kesadaran atau spiritual. Bahkan, ilmu filsafat pun, yang sebenarnya berasal dari spiritualitas, juga sering dianggap sebagai ajaran sesat dan sempat dilarang untuk dipelajari jika ada umat beragama yang fobia terhadap spiritual atau filsafat. Sebenarnya, ini bisa kita maklumi karena memang untuk bisa memahami spiritual atau filsafat itu diperlukan tingkat kesadaran yang cukup tinggi dan diperlukan kejernihan batin yang sangat bening dan hening. Itulah kenapa, oleh orang-orang zaman dulu, orang yang mengetahui dan mengamalkan ajaran-ajaran spiritual itu disebut sebagai orang suci.

Sekarang, karena frekuensi atau getaran di bumi sedang naik ke tingkat yang lebih tinggi, maka kesadaran kolektif umat manusia juga mengalami peningkatan. Makanya tidak heran kalau sekarang banyak orang dari agama dan aliran kepercayaan manapun yang mulai mempelajari spiritualitas. Islam pun kini mulai tertarik mempelajari ajaran spiritual dan filsafat di dalamnya. Di Islam, ajaran spiritual dan filsafatnya itu terletak di ajaran tasawufnya yang meliputi tarekat, hakikat, dan makrifat. Orang yang sudah sampai ke tahap hakikat dan makrifat dia justru menjadi orang yang benar-benar dekat dengan Tuhan dan sempurna akhlaknya.

Bagaimana penjelasan selengkapnya? Dulu ratusan tahun yang lalu, Nusantara adalah negeri yang kental dengan spiritual dan filosofi. Dulu, saat Nusantara masih berada di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, agama resminya adalah Siwa-Buddha, di mana ini adalah perpaduan antara agama Hindu Siwa yang dominan menyembah sosok dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan yang dikawinkan dengan agama Buddha aliran Mahayana atau tantrayana. Ini adalah jenis agama yang sangat bercorak esoteris atau kebatinan atau spiritual.

Setelah era peradaban Hindu-Buddha berakhir, peradaban Islam menggantikannya menguasai Nusantara dan disebarkan oleh para wali, terutama Wali Songo. Ketika salah satu anggota Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga, menyebarkan Islam, spiritualitas dan filosofi Nusantara ini tidak dihilangkan melainkan bercampur dengan ajaran Islam menjadi aliran Kejawen yang lebih populer disebut dengan Islam Kejawen. Aliran Islam inilah yang menyebar ke seluruh penjuru nusantara dan terus mengalami perkembangan sampai sekarang. Hingga akhirnya, sekarang Islam yang berkembang di Indonesia adalah Islam Nusantara, dan inilah yang membuat Islam di Indonesia itu berbeda dengan Islam di Timur Tengah atau Islam di negara-negara lainnya. Bahkan, orang luar mengatakan orang Islam di Indonesia itu adalah penganut Islam yang paling saleh di dunia.

Mengapa bisa terjadi begini? Karena agama Islam di Indonesia itu telah mengalami percampuran dengan kebudayaan dan filosofi setempat, apalagi semenjak zaman Sunan Kalijaga menyebarkan Islam, aliran Kejawen ikut menyebar dan bisa masuk ke dalam karakteristik masyarakat Jawa yang saat itu menjadi episentrum peradaban di Nusantara. Islam Kejawen yang diracik oleh Sunan Kalijaga ini merupakan campuran antara Islam Sunni yang lebih menonjolkan ajaran tasawufnya, terutama makrifat dan hakikat, dan masih menggunakan spiritual serta kebudayaan Jawa yang masih merupakan peninggalan kerajaan Hindu Buddha dulu. Di masyarakat Jawa sendiri, sampai sekarang masih kental dengan ajaran Semar mengenai kesadaran atau spiritualitas. Bahkan ada mitos yang berkembang tentang janji Semar dalam kisah Sabdo Palon Nogoro, janji yang menyatakan bahwa nanti setelah 500 tahun dari runtuhnya kerajaan Hindu Buddha terakhir, yakni Kerajaan Majapahit, maka agama Budi akan kembali dianut oleh masyarakat Nusantara.

Kisah Sabda Palon Nogoro ini merupakan kisah legenda yang banyak mewarnai kisah-kisah kehancuran Majapahit sebelum akhirnya Nusantara mengalami transisi pengalihan kekuasaan menjadi kerajaan-kerajaan Islam. Kisah ini dianggap sebagai janji leluhur Nusantara yang akan terjadi sebelum kebangkitan Nusantara terjadi dan sebelum era kejayaan Nusantara terjadi kembali di abad 21. Kisah ini sebenarnya cukup banyak dibahas di buku sejarah kelam runtuhnya kerajaan Majapahit. Bahkan tanda-tanda terjadinya Sabdo Palon Nogoro ini juga banyak disebutkan di dalam buku ini. Dan uniknya, tanda-tanda itu mulai banyak terjadi sekarang ini, termasuk tanda-tanda kembalinya agama Budi ke masyarakat.

Lalu, apa sih agama Budi yang dimaksud oleh Sabdo Palon atau Semar tersebut? Agama Budi sebenarnya, kalau ditilik dari hakikatnya, ini adalah ajaran spiritual atau kesadaran atau inti filosofi dari semua agama yang ada di dunia. Bahkan, inti dari semua agama yang ada di Indonesia sekarang, mau itu Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Konghuchu, bahkan aliran-aliran kepercayaan lokal lainnya, bahkan agama Budi adalah inti spiritual dari semua kebudayaan dan sistem filsafat di dunia. Ini adalah spiritualitas yang sejak dulu sudah dipegang oleh nenek moyang atau leluhur kita yang sekarang menjadi intisari dari setiap agama, buah dari agama Budi. Ini nanti adalah budi pekerti yang baik. Jika di Islam, agama Budi ini filosofinya sama dengan ajaran hakikat dan makrifat dalam Islam. Ini sudah masuk ke ranah tasawuf.

Jadi, jika kalian adalah orang-orang yang datang dari latar belakang agama Islam dan secara alami mulai tertarik dengan ajaran-ajaran spiritual, kalian tidak perlu takut untuk tersesat atau murtad. Karena sebenarnya, semakin kalian mempelajari spiritual atau hakikat atau makrifat, sebenarnya ini membuat kalian semakin dekat dengan Allah dan semakin membuat kalian menyadari jati diri kalian sebagai manusia yang ihsan. Tidak hanya berislam dan beriman saja, tapi juga menjadi manusia yang ihsan, yakni manusia yang sempurna akhlaknya di hadapan Tuhan dan sangat dikasihi Tuhan. Bagaimana sih pengertian hakikat dan makrifat ini? Ini sebenarnya dijelaskan secara detail dalam buku Rahasia Makrifat. Kalian bisa baca sendiri selengkapnya di sana.

Di Islam, letak ajaran spiritual ini ada di ilmu tasawufnya, yang mana ini sangat gencar disebarkan oleh para wali dulunya. Ajaran tasawuf ini terdiri dari tiga tingkatan: tarekat, hakikat, dan makrifat. Tarekat adalah jalan untuk mendekat kepada Allah, namun tidak hanya secara syariat saja, tapi juga sudah meliputi ranah batin atau olah kebatinan. Makrifat adalah pengetahuan yang diperoleh melalui akal dan kejernihan batin. Makrifat juga dapat diartikan sebagai sebuah tingkatan untuk mengetahui Allah dari dekat tanpa hijab-hijab penutup kalbu atau batin yang membuat manusia terpisah dari Tuhan. Makrifat juga sering disebut merupakan bagian dari hakikat, sedangkan hakikat sendiri adalah tingkat terakhir dari ilmu tasawuf. Hakikat adalah sampainya seorang manusia kepada tujuannya, yaitu makrifat kepada Allah, di mana di sini manusia bisa melihat, merasakan, bahkan melebur langsung dengan sang Maha Pencipta tanpa ada sekat atau rahasia lagi, dan tanpa ada sekat-sekat penutup rohani atau hijab antara manusia dengan Allah.

Para ahli tasawuf menyatakan bahwa tahap akhir dari tasawuf ini adalah memahami hakikat-hakikat dari segala sesuatu, seperti rahasia al-Qur’an serta ilmu-ilmu gaib atau mistik yang tidak mampu disingkap melalui pemikiran nalar biasa. Dalam Kristen, proses ini disebut sebagai penyingkapan wahyu atau revelation. Sedangkan syariat yang sehari-hari dipraktikkan oleh umat Islam itu masih berada di sisi luar atau kulit agama Islam saja. Sisi dalam atau dagingnya adalah di tasawuf itu tadi. Syariat adalah sisi luar atau eksoteris, dan hukum-hukumnya itu berlandaskan pada ajaran-ajaran fikih yang berguna untuk sisi lahir manusia saja. Ajaran syariat ini cocok untuk orang-orang yang masih berkesadaran 3D dan belum memiliki panggilan untuk mempelajari spiritual lebih mendalam. Sedangkan tasawuf adalah sisi esoteris atau mendalam dan rahasia, sisi rohani atau batin manusia. Untuk mempelajari ini diperlukan kejernihan batin, keheningan, dan kecerdasan serta kesadaran yang cukup tinggi.

Jika kalian adalah orang Islam dan mengalami spiritual awakening, biasanya kalian tidak akan puas hanya dengan mempelajari dan mempraktikkan syariat saja. Biasanya kalian akan memiliki panggilan untuk mempelajari tasawuf juga, dan bagaimanapun dengan mempelajari ini justru akan membuat batin kalian itu semakin tenang dan semakin merasa dekat dengan Tuhan. Orang yang berhasil mempelajari dan mempraktikkan tasawuf ini biasanya juga akan menjadi orang yang tenang, bijaksana, dan cenderung menjauhi konflik. Berbeda dengan orang yang hanya mempraktikkan syariat saja, apalagi yang level kesadarannya itu masih rendah atau masih berada di 3D consciousness.

Pernahkah kalian melihat atau menemui orang yang bertengkar atau berdebat tentang agama? Pernahkah kalian melihat ada orang yang memperdebatkan agama mana yang paling benar, aliran Islam mana yang paling benar, Tuhan mana yang paling benar? Bahkan, perkara gerakan dan bacaan salat pun itu bisa diperdebatkan. Ini adalah fenomena yang banyak terjadi pada orang-orang yang kesadarannya masih 3D. Mereka adalah sasaran empuk politikus elit dan pemuka agama yang licik dan jahat dengan memposisikan umat agar terus berada dalam ketakutan akan neraka. Maka umat beragama bisa dikendalikan menjadi pasukan fanatik yang bahkan bisa berkembang menjadi alat pembunuh massal dengan biaya yang sangat murah. Sedangkan umat beragama yang sudah masuk ke arah kebatinan dan memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mereka tidak akan bisa digunakan untuk kepentingan politik lagi. Beragamanya juga menjadi lebih kalem dan menenangkan di hati. Itulah kenapa orang-orang tasawuf biasanya tidak mau ikut campur dalam hitam kelamnya politik. Mereka lebih memilih untuk menjalani jalan hidup yang tenang dan lebih bijaksana. Ini sebenarnya selaras dengan penjelasan Syekh Izuddin bin Abdus Salam dalam bukunya Rahasia Makrifat. Hasil dari manusia yang telah mencapai tahap hakikat itu tidak hanya menjadi manusia yang Islam dan beriman saja, tapi juga menjadi manusia yang ihsan, atau memiliki akhlak yang cenderung baik dan bijaksana. Dalam Islam, ternyata ada tiga tingkatan suluk untuk menuju manzilah, atau tingkatan rohani yang tinggi dalam kerajaan Allah.

Tingkat pertama itu adalah Islam, di mana di sini manusia bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Tingkat suluk yang kedua itu adalah iman, di mana di sini manusia mengimani semua rukun iman yang enam, yakni beriman kepada Tuhan, malaikat-malaikat, kitab-kitab Allah, rasul-rasulnya, hari akhir, dan takdir atau qada dan qadar. Tingkat suluk yang ketiga dan yang paling tinggi itu adalah ihsan, di mana di sini manusia telah beribadah seolah-olah sedang dilihat langsung oleh Allah, ibadahnya menjadi sepanjang waktu, tidak hanya sebatas pada syariat saja, tapi segala perilaku dan ucapannya sehari-hari merupakan wujud beribadah kepada Tuhan. Tanpa putus, batinnya juga selalu terkoneksi dengan Tuhan.

Jika di tahapan Islam manusia baru bangkit tubuhnya untuk melaksanakan hukum-hukum fikih atau syariat, maka ketika manusia mulai beriman, dia akan bangkit kalbunya atau batinnnya untuk pasrah, berserah, atau tawakal kepada Tuhan. Ketika manusia mulai berihsan, maka rohnya telah bangkit atau sisi rohaninya itu telah bangkit untuk menyaksikan Tuhan langsung. Jika kalian mengalami spiritual awakening, Islam adalah proses ketika kalian masih menjalani syariat saja. Iman adalah proses ketika kalian mengalami kebangkitan spiritual dan mulai memasrahkan diri kepada Tuhan atau alam semesta. Ihsan adalah ketika kesadaran kalian sudah mulai mengalami peningkatan ke arah paradigma spiritual untuk mengalami dan menyaksikan pengalaman langsung dengan Tuhan, tanpa batas, tanpa sekat pemisah, dan tanpa rahasia penutup.

Tasawuf adalah cara orang-orang Islam untuk mengenali Tuhan secara zat, es, atau hakikat, tanpa tertutup oleh hijab. Dimulai dari tarekat, orang yang sudah makrifat dia akan menjadi orang yang syuhud. Syuhud dalam buku Rahasia Makrifat ini adalah menyaksikan sang Hak dengan sang Hak dalam diri, yakni Allah, mempersaksikan dirinya kepada hambanya pada segala hal yang Dia ciptakan dan buat, sehingga keadaan sang hamba seperti orang yang berkata, “Dalam segala sesuatu terdapat ayat Allah,” yang menunjukkan bahwa Dialah Esa.

Untuk bisa begini, maka mutlak diperlukan kejernihan batin yang sangat hening dan tenang, atau suwung. Ini sesuai dengan hadis sahih Bukhari dalam buku Rahasia Makrifat, yang berbunyi, “Langitku maupun bumiku tidaklah dapat menampungku, tetapi hati hambaku yang beriman dapat menampungku.” Dan sebenarnya, ajaran hakikat dan makrifat ini selaras dengan ajaran spiritual Jawa yang berbunyi “Manunggaling kawulo Gusti,” ketika batin manusia telah jernih, telah suwung, manusia telah terlepas dari penjara tubuhnya, dan sudah terbebas dari segala macam ilusi, maka ia bisa mengalami penyatuan mistik dengan sang Ilahi, di mana di sini tidak ada lagi sekat pemisah antara diri manusia dengan Tuhan, dan manusia melihat Tuhan dalam hakikat yang sebenar-benarnya, bukan lagi terpisah dari ciptaannya, dan bukan lagi ilusi.

Dalam buku Rahasia Makrifat ini juga disebutkan sebuah hadis sahih Bukhari yang berbunyi, “Apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengaran dan penglihatan baginya, dan hati, serta lidah, dan tangan, sehingga dia mendengar dengan-Ku, melihat dengan-Ku, dan menggenggam dengan-Ku.” Aku di sini adalah Tuhan, dan dia di sini adalah hamba atau manusia yang telah makrifat kepada Allah. Ketika manusia telah mencapai penyatuan mistik dengan Tuhan, atau sudah manunggaling kawulo Gusti, atau sudah makrifat, maka keberbilangan dalam kehidupan manusia akan hilang. Yang ada hanyalah ketetapan keesaan Tuhan yang ia lihat dan ia rasakan, tidak hanya di dalam dirinya saja, tapi juga ada di setiap ciptaannya. Dalam tasawuf, di antara ilmu itu ada yang seperti simpanan, di mana ilmu ini tidak diketahui kecuali oleh orang-orang yang mengenal Allah.

Orang-orang yang mengenal Allah ini adalah orang-orang yang level kesadarannya sudah ke arah paradigma spiritual. Menurut skala kesadaran Hawkins ini, orang-orang tersebut telah berada di level kesadaran 5D ke atas, atau bahkan 12D, di mana manusia telah mencapai kesadaran murni, telah mencapai puncak pencerahan yang menjadi puncak spiritual manusia di bumi, dan paradigma berpikir orang-orang seperti ini seringkali tidak mampu dipahami oleh orang-orang yang lengah dari Allah, yakni orang-orang yang masih di kesadaran 3D, yang biasanya masih ribut bertengkar soal hukum-hukum fikih, ribut bertengkar soal mana yang benar, mana yang sesat, haram, dan masih banyak lagi. Itulah kenapa orang-orang tasawuf sering dianggap sesat oleh mereka, padahal sebenarnya definisi spiritual Islam itu sangat selaras dengan definisi spiritual Jawa, dan tidak hanya Jawa saja sih, tapi ini juga selaras dengan semua hakikat spiritual agama-agama dan kebudayaan lain, selama kita hanya melihat agama secara lahiriah saja, maka pertengkaran dan perdebatan mengenai siapa yang benar akan terus terjadi, tapi ketika kita sudah sampai ke hakikat atau spiritualnya, maka kita semua akan melihat hakikat yang sama, dan itulah yang membuat kita semua berhenti bertengkar dan berdebat. Selengkapnya bisa kalian baca sendiri di buku Hakikat Makrifat dan Power Versus Force.

Note:

Skala kesadaran Hawkins adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh David R. Hawkins, seorang psikiater dan penulis, untuk mengukur tingkat kesadaran manusia berdasarkan energi dan frekuensi yang terlibat dalam pemikiran dan emosi seseorang. Skala ini memiliki rentang dari 0 hingga 1000, dengan tingkat di bawah 200 disebut sebagai getaran negatif atau force, dan tingkat di atas 200 disebut sebagai getaran positif atau power. Skala ini terdiri dari tingkatan-tingkatan yang berurutan, mulai dari ketidaksadaran, ketakutan, keinginan, pengetahuan, hingga kesadaran transenden. Skala ini bertujuan untuk menggambarkan perjalanan spiritual manusia dan memberikan pandangan holistik tentang kondisi manusia

Comments

comments