Cupu Manik Astagina itu apa ya?
Cupu Manik Astagina, dalam legenda Jawa, merupakan sebuah artefak legendaris yang sering terhubung dengan kepercayaan dan cerita rakyat. Menurut mitos, Cupu Manik Astagina berwujud cangkir atau gelas tertutup yang memiliki kekuatan magis, mampu memenuhi permintaan pemiliknya, dan jika dibuka, mengungkapkan seluruh peristiwa di dunia. Dalam beberapa kisah, Cupu Manik Astagina juga dikaitkan dengan kemampuan melihat masa lalu dan masa depan, tetapi dianggap tabu untuk dilihat atau dimiliki oleh manusia biasa karena berpotensi membawa malapetaka. Legenda mengaitkan Cupu Manik Astagina sebagai pusaka milik Dewi Indradi, diberikan oleh Bathara Surya, dengan peringatan agar tidak ditunjukkan atau diberikan kepada siapapun, bahkan putra Dewi Indradi, karena berpotensi menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Kisah tentang Cupu Manik Astagina sering disampaikan dalam konteks budaya Jawa, sering kali menyoroti nilai-nilai spiritual dan moral.
Apakah Cupu Manik Astagina itu terjadi di zaman Ramayana?
Ya, Cupu Manik Astagina memang terkait dengan kisah Ramayana. Menurut cerita yang ada, Dewi Windradi memiliki pusaka ampuh bernama Cupu Manik Astagina, yang diberikan oleh Batara Surya. Pusaka ini memiliki kesaktian untuk melihat segala peristiwa di bumi dan di langit melalui sebuah cermin yang ada di dalamnya1. Kisah ini menggambarkan pentingnya menjaga amanat dan bahaya dari nafsu memiliki kekuasaan atau harta yang dapat menyebabkan malapetaka.Ya, Cupu Manik Astagina memang terkait dengan kisah Ramayana. Menurut cerita yang ada, Dewi Windradi memiliki pusaka ampuh bernama Cupu Manik Astagina, yang diberikan oleh Batara Surya. Pusaka ini memiliki kekuatan untuk melihat semua peristiwa di bumi dan di langit melalui sebuah cermin di dalamnya. Kisah ini menggambarkan pentingnya menjaga amanat dan bahaya dari nafsu memiliki kekuasaan atau harta yang bisa menyebabkan malapetaka.
Apakah Cupu Manik Astagina juga diceritakan dalam Epos Mahabarata?
Cupu Manik Astagina adalah objek mitologis yang berasal dari tradisi Jawa dan sering dikaitkan dengan cerita-cerita epik, termasuk Ramayana. Namun, dalam konteks Mahabharata, yang melibatkan Pandawa dan Kurawa, tidak ada catatan yang jelas mengenai keberadaan Cupu Manik Astagina. Objek ini lebih sering disebut dalam kisah-kisah yang berkaitan dengan Ramayana dan legenda Jawa lainnya.
Dalam tradisi pewayangan Jawa, Cupu Manik Astagina sering digambarkan sebagai pusaka yang memiliki kekuatan luar biasa dan terkait dengan cerita Sugriwa dan Subali, yang merupakan bagian dari kisah Ramayana. Oleh karena itu, Cupu Manik Astagina lebih sering dikaitkan dengan tokoh-tokoh dan peristiwa dalam Ramayana daripada Mahabharata.
Namun, penting untuk diingat bahwa kisah-kisah mitologis sering kali bersifat simbolis dan metaforis, dan interpretasi serta adaptasi lokal dapat memberikan variasi pada cerita-cerita tersebut. Dalam beberapa versi lokal atau interpretasi, mungkin ada referensi atau adaptasi yang menggabungkan elemen dari berbagai epik, termasuk Mahabharata dan Ramayana, tetapi ini tidak umum.
Bagimana sih dongeng Cupu Manik Astagina?
Al kisah ada sebuah pertapaan di Gunung Sukendra yang dihuni Resi Gotama dan keluarganya. Resi Gotama keturunan Bathara Ismaya, putra Prabu Heriya dari Mahespati. Ia memiliki seorang kakak bernama Prabu Kartawirya yang menurunkan Prabu Arjunasasrabahu. Karena jasa dan baktinya pada para dewa, Resi Gotama dianugrahi seorang bidadari kahyangan bernama Dewi Windradi. Dalam perkawinan ini mereka dikaruniai tiga orang anak Dewi Anjani, Guwarsa, dan Guwarsi.
Karena besarnya rasa cinta pada Dewi Anjani, Dewi Windradi mengabaikan pesan Bhatara Surya. Ia memberikan pusaka kedewataan Cupumanik Astagina kepada Anjani. Padahal ketika memberikan Cupumanik Astagina kepada Dewi Windradi, Bhatara Surya telah mewanti-wanti untuk tidak sekalipun menunjukkan, apalagi menyerahkan benda kedewatan itu kepada orang lain, walaupun itu putranya sendiri. Apabila pesan itu sampai terlanggar, kejadian yang tak diharapkan akan terjadi tanpa bisa dibendung lagi.
Cupumanik Astagina adalah pusaka kadewatan yang menurut ketentuan dewata tidak boleh dilihat atau dimiliki oleh manusia lumrah. Larangan ini disebabkan karena Cupumanik Astagina, di samping memiliki khasiat kesaktian yang luar biasa juga di dalamnya mengandung rahasia kehidupan alam nyata dan alam kasuwargan. Dengan membuka Cupumanik Astagina, melalui mangkoknya dapat dilihat dengan nyata dan jelas gambaran swargaloka yang serba polos, suci dan penuh kenikmatan. Sedangkan dari tutupnya akan dapat dilihat dengan jelas seluruh kehidupan semua makluk di jagad raya. Akan halnya khasiat kesaktian yang dimiliki Cupumanik Astagina ialah dapat memenuhi semua apa yang diminta yang menjadi keinginan pemiliknya.
Dorongan rasa cinta terhadap putri tunggaInya telah melupakan pesan Bhatara Surya. Dewi Windradi memberikan Cupumanik Astagina kepada Anjani, disertai pesan agar tidak menunjukkan benda tersebut meskipun kepada ayahnya maupun kepada adik-adiknya. Suatu kesalahan dilakukan Dewi Anjani. Suatu hari ketika ia akan mencoba kesaktian Cupumanik Astagina, kedua adiknya, Guwarsa dan Guwarsi melihatnya. Terjadilah keributan di antara mereka saling berebut Cupumanik Astagina. Anjani menangis melapor pada ibunya, sementara Guwarsa dan Guwarsi mengadu pada ayahnya. Bahkan secara emosi Guwarsa dan Guwarsi menuduh ayahnya, Resi Gotama telah berbuat tidak adil dengan menganak emaskan Anjani, suatu tindakan yang menyimpang dari sifat seorang resi.
Tuduhan kedua putranya membuat hati Resi Gotama sedih dan prihatin, sebab ia merasa tidak pernah berbuat seperti itu. Segera ia memerintahkan Jembawan, pembantu setianya untuk memanggil Dewi Anjani dan Dewi Windradi. Karena rasa takut dan hormat kepada ayahnya, Dewi Anjani menyerahkan Cupumanik Astagina kepada ayahnya. Anjani berterus terang, bahwa benda itu pemberian ibunya.
Dewi Windradi diam membisu tidak berani berterus terang dari mana ia mendapatkan benda kadewatan tersebut. Dewi Windradi seperti dihadapkan pada buah simalakama. Berterus terang berarti membongkar hubungan gelapnya dengan Bhatara Surya, tetap diam sama artinya dengan tidak menghormati suaminya. Sikap membisu Dewi Windradi membuat Resi Gotama marah, hingga mengutuknya menjadi patung batu. Dengan kesaktiannya, dilemparkannya patung itu melayang, dan jatuh di taman Argasoka kerajaan Alengka disertai kutuk, kelak akan memjelma kembali jadi manusia setelah dihantamkan ke kepala raksasa.
Demi keadilan Resi Gotama melemparkan Cupumanik Astagina ke udara. Siapapun yang menemukan benda tersebut dialah pemiliknya. Karena dorongan nafsu, Dewi Anjani, Guwarsi (Subali), dan Guwarsa (Sugriwa) serta Jembawan segera mengejar benda kadewatan tersebut. Tetapi Cupumanik Astagina seolah-olah mempunyal sayap. Sebentar saja ia telah melintas di balik bukit. Cupu tersebut terbelah jadi dua, jatuh di Ayodya jadi Telaga Nirmala, tutupnya jatuh di hutan jadi telaga Sumala.
Anjani, Guwarsi (Subali), Guwarsa (Sugriwa) dan Jembawan yang mengira cupu jatuh kedalam telaga langsung mendekat dan meloncat masuk. Suatu malapetaka terjadi, Guwarsa, Guwarsi dan Jembawan berubah wujud jadi manusia kera. Melihat kera di hadapannya, Guwarsa menyerang kera itu karena dianggap menghalangi. Pertarungan terjadi diantara mereka dan berlangsung seimbang, keduanya saling cakar, saling pukul untuk saling mengalahkan.
Jembawan yang memandang dari kejauhan tampak heran melihat dua kera bertengkar, dengan tingkah laku dan ucapan persis seperti junjungannya Guwarsa dan Guwarsi. Dengan hati-hati Jembawan mendekat dan menyapa. Merasa dipanggil, mereka berhenti bertengkar dan baru sadar bahwa ketiganya telah berubah wujud. Merekapun menangisi kejadian yang menimpa diri mereka. Dewi Anjani yang merasa tidak dapat berenang duduk pasrah di tepi telaga, mencuci kaki, tangan dan membasuh muka hingga kaki, tangan dan mukanya pun berwujud kera.
Demi mengetahui adanya kutukan dahsyat yang menimpa, sambil meratap tangis mereka kembali ke pertapaan. Resi Gotama yang waskita dengan tenang menerima kedatangan putranya yang kini berwujud kera. Setelah memberi nasehat, Resi Gotama menyuruh ketiganya pergi bertapa sebagai cara menebus dosa. Guwarsi harus bertapa seperti kelelawar, menggantungkan kakinya di pohon dengan kepala di bawah, berganti nama jadi Subali. Guwarsa harus bertapa seperti kijang, berjalan merangkak dan makan dedaunan, namanya diganti Sugriwa. Dewi Anjani harus bertapa telanjang, merendamkan tubuhnya sebatas leher di telaga Madirda yang airnya mengalir ke sungai Yamuna.