Saya tertarik untuk menulis artikel ini sebagai komentar terhadap tulisan Tim Hikmatul Iman Watch (HIW) pada tanggal 7 Februai 2015 berikut :
Dan sengaja pula saya memberikan judul yang persis sama pada artikel ini. Tapi tentu saja isinya berbeda sudut panjang, dan juga berusaha bersikap lebih obyektif.
Ustadz yang shalih mengajari kita untuk membedakan antara kesesatan dan kebenaran. Saya setuju dengan pernyataan tersebut. Namun, kalimat berikutnya yang menyebutkan bahwa jika kita belajar agama pada Dicky Zainal Arifin, kita akan dikaburkan dengan kebenaran dan kesesatan. Belum tentu. Jika kita selalu bersikap rendah hati dan berfikiran terbuka, kita bisa belajar dari apapun dan siapapun yang kita temui. Bukankah Rasulullah SAW berkata bahwa kebenaran itu harus diterima sekalipun keluar dari mulut seorang budak yang hitam legam sekalipun? Statemen HIW tersebut seolah-olah menempatkan diri mereka atau Tim HIW sebagai pihak yang paling berhak menghakimi Kang Dicky sebagai pihak yang salah dan sesat saja. Bukankah hanya Rabb yang mengetahui siapa yang tersesat dan siapa yang diberi petunjuk?
Sering juga beberapa komentar pihak mereka mengatakan, “tapi khan Al Qur’an juga memberi petunjuk ciri-ciri orang sesat, ciri-ciri orang kafir, dan ciri-ciri orang munafik, mangkanya kamu ngaji dulu sana sebelum ngutip ayat”
Allah Maha Benar dengan segala firman-Nya. Tapi apa tafsir-tafsir kita yang dibuat untuk menyudutkan dan menghakimi orang lain itu pasti benar? Manusia sering terbentur dengan batas pemahaman, dari situ timbul beda tafsir. Perbedaan tafsir tidak cukup dipakai sebagai alat untuk menghakimi.
Perbedaan itu adalah hal yang mutlak, karena tidaklah suatu bangunan menjadi kokoh kalau tidak dibentuk oleh bahan bangunan yang berbeda.
Kita sebagai pembaca tentu perlu menelusuri, apa sebenarnya maksud Kang Dicky mengeluarkan tweet tersebut. Kang Dicky menyebutkan bahwa ada 4 ayat dalam Al Qur’an yang menyebutkan bahwa “Hanya Rabb yang mengetahui siapa yang tersesat dan siapa yang mendapat petunjuk“.
Yang saya lihat, tweet tersebut sebetulnya hanya mengingatkan, juga ditujukan kepada pihak-pihak yang begitu mudah memberikan mengkafirkan dan memberi vonis dan fatwa sesat pada orang-orang yang berbeda sudut pandang dan kepentingan politik bagi mereka.
Apa jaminan tukang vonis sesat itu benar di hadapan Allah SWT? Menuduh seseorang tanpa bertabayyun bukanlah perbuatan Islami.
Dan melaknat seorang mukmin sama dgn membunuhnya, dan menuduh seorang mukmin dengan kekafiran adalah sama dengan membunuhnya (HR Bukhari)
Tidaklah seseorang memvonis orang lain sebagai fasiq atau kafir maka akan kembali kepadanya jika yang di-vonis tidak demikian (HR Bukhari)
Paham radikal yang suka meng-kafir-kan mereka yang berbeda pendapat saat ini semakin merajalela. Jangan terhasut dan harap hati hati. Jaga NKRI.
Mem-vonis orang lain sesat berarti mencoba men-sejajar-kan diri dgn RABB. Itu perbuatan yang sangat ujub, sombong dan takabur.