Tim Terbaik PERSIB Sepanjang Masa

Tim Terbaik PERSIB Sepanjang Masa

Persib besar karena sejarah, tim yang mempunyai perjalanan sangat panjang dan mampu berdiri hingga saat ini. Demikian juga dengan para pemainnya. Akan selalu banyak kisah dan cerita yang pernah terjadi dari para pemain selama membela Persib Bandung.

Saya mencoba menyusun tim terbaik sepanjang masa. Ada beberapa pemain yang saya ambil berdasarkan catatan sejarah spektakular, yang saat mereka bermain, saya belum lahir 🙂 Sangat sulit untuk menentukan siapa yang pantas menjadi penghuni starting XI di skuad Persib sepanjang masa. Akan sangat relatif, sudut pandang tiap pengamat biasanya banyak berbeda. Lagipula, apa yang diposting hari ini, hasilnya mungkin harus dikoreksi ulang setelah 5 tahun ke depan 🙂

Jika pilihannya adalah 100 pemain Persib sepanjang masa, mungkin kasusnya tidak akan menjadi sesulit ini, karena memang sangat banyak pemain bagus Persib yang sedang atau pernah membela Persib dengan kemampuan dan latar belakang kisah serta prestasi yang berbeda-beda yang layak masuk di kategori ini. Tetapi pada akhirnya pilihan tetap harus dijatuhkan. Maka inilah sebelas pemain sepanjang masa Persib versi tukang gosip

Formasi yang dipilih dalam Persib sepanjang masa ini adalah 4-3-3. Alasannya, inilah formasi yang menunjukan orientasi menyerang. Dibanding 4-4-2 yang relatif seimbang atau 3-5-2 yang memberikan gelar Ligina pertama untuk Persib, formasi 4-3-3 lebih bisa menunjukan dominasi di sisi penyerangan. Dengan asumsi ciri khas permainan Persib yang senang menyerang dari kaki ke kaki, maka formasi 4-3-3 inilah yang akhirnya mendekati ke deskripsi itu. Di sisi lain, formasi 4-3-3 ini juga telah memberikan gelar juara pada era ‘dream team’ tahun 86 dan di tahun 1990.

Maka, inilah formasi Persib sepanjang masa:

4-3-3: Sobur, Encas Tonif, Adeng Hudaya, Robby Darwis, Dede Iskandar; Adjat Sudrajat, Max Timisela, Yusuf Bachtiar; Aang Witarsa, Sutiono Lamso, Wowo Sunaryo.

KIPER

Sobur: Salah satu pemain yang tergabung dalam ‘generasi emas’ di era kebangkitan Persib di tahun 1986. Sobur lah yang mengawal gawang Persib ketika menjuarai Perserikatan di tahun  itu. Kehausan bobotoh atas gelar juara dan trauma selalu kalah pada dua final sebelumnya akhirnya terobati dengan diboyongnya gelar juara perserikatan ke Bandung. Dan keberhasilan itu tidak lepas dari andil Sobur dalam mengawal gawang. Dialah legenda dan kiper utama Persib pada dekade itu.

BELAKANG

Adeng Hudaya:

Jika bertanya siapa libero terbaik sepanjang sejarah Persib, nama Adeng Hudaya pasti akan menjadi satu nama yang tidak akan terlewatkan. Pria kelahiran Cikajang, Garut ini adalah Franz Beckenbauer-nya Persib. 12 tahun menjadi kapten Persib sejak tahun 1980, Adeng berhasil mempersembahkan dua gelar piala perserikatan di tahun 1986 dan 1990. Selama karir bermainnya, Adeng hanya terkena satu kartu kuning ketika melawan Persija.

Robby Darwis:

‘Halik ku aing’ atau dalam artian bahasa Indonesia adalah ‘awas, biar saya yang ambil’ identik dengan Robby Darwis. Kata yang menjelaskan tentang jangan ada yang mengambil set piece selain Robby adalah gambaran bagaimana dominasi seorang Robby Darwis ketika dia ada di dalam lapangan. Robby adalah kapten Persib yang mengangkat piala di Liga Indonesia pertama. Dia juga satu-satunya pemain Persib yang mampu membawa Persib juara empat kali (1986, 1990, 1994, 1995). Medali emas Sea Games 1987 dan 1991 menambah catatan bahwa prestasinya diakui di Asia tenggara. Dialah salah satu generasi Marek janota yang bisa lintas generasi di tim sampai generasi Yaris Riyadi.

Dede Iskandar:

Ketika harus menentukan siapa yang pantas mengisi posisi fullback kiri skuad Persib sepanjang masa, nama Dede Iskandar menjadi nama yang ‘wajib’ disimpan di posisi itu. Dialah fullback terbaik yang pernah dimiliki Persib. Tiga gelar juara di tahun 1990, 1994 dan di liga Indonesia tahun 1995 berhasil diboyongnya bersama Persib. Hampir tidak tergantikan di posisinya. Bahkan ketika Persib harus bermain dengan formasi 3-5-2, Dede Iskandar pun tetap tidak tergantikan. Dia bermain menjadi winger ketika formasi itu mulai masuk ke Persib di era Indra Thohir. Dede Iskandar memang bukan pemain dengan kategori top class di kancah sepakbola nasional. Tapi dia adalah pemain yang amat sangat berguna dan mempunyai peran vital di Persib. Hingga saat ini, belum ada fullback yang bisa sangat berguna untuk kinerja tim dan berprestasi seperti Dede Iskandar.

Encas Tonif:

Encas Tonif adalah bek tangguh yang sulit dilewati. Bersama Risnandar, Ganjar Nugraha dan Sukowiyono, merekalah generasi yang terbaik sebelum era Adjat Sudrajat lahir. Encas Tonif merupakan bintang Persib di era nya. Sayangnya, dia bermain baik di waktu yang salah. Encas Tonif tergabung di skuad Persib yang terdegradasi di tahun 1978.

TENGAH

Adjat Sudrajat:

Adjat Sudrajat,  dialah seorang fenomenal asal Bandung. Seorang bintang yang sesungguhnya. Pemakai dengan nomor punggung 10 yang di era itu pastilah pemain bintang, dan Adjat memang layak mengenakan nomor 10 di Persib. Dia yang memberikan gelar juara perserikatan tahun 1986 dan 1990. Layaknya seorang bintang besar, karir Adjat pun dibumbui beberapa kontroversi diluar lapangan dan menjadi kesukaan para kuli tinta. headline koran tentang Adjat diluar lapangan sama seringnya dengan headline tentang kehebatan Adjat di dalam lapangan. Termasuk kontroversi kepindahan Adjat dari Persib ke Bandung raya karena ketidakpuasannya terhadap management. Seorang bintang besar nan kontroversial pernah lahir disini. Adjat, dia memang fenomenal..

Max Timisela:

Pemain tengah yang dari awal hingga akhir karirnya hanya bermain untuk Persib Bandung. Max timisela adalah gelandang dengan postur ideal. ‘Balik Bandung’, suatu idiom sepakbola yang artinya tendangan salto menjadi ciri khas pemain dengan panggilan Maxi ini. suatu ketika, di tahun 1965 tim nasional Indonesia beruju coba dengan Werder Bremen di Jerman. Max Timisela tampil trengginas mengacak-acak lini tengah Werder Bremen dan mecetak dua gol walaupun akhirnya timnas harus kalah dengan skor 5-6. Melihat talentanya yang luar biasa, gosipnya, wali kota Bremen akhirnya meminta Super Maxi untuk bergabung dengan Werder Bremen. Bagi mereka, kualitas Maxi setara dengan para pemain Eropa. Sempat bergabung dengan Werder Bremen, Maxi akhirnya harus ditarik pulang ke Indonesia dengan alasan tim nasional saat itu sangat membutuhkan jasanya.

Yusuf Bachtiar:

Seorang playmaker paling brilian yang dimiliki oleh Persib. Tidak ada lagi yang bisa mengimbangi kemampuan dan imajinasi seorang Yusuf ketika bermain di lapangan. Visi bermain dipadukan dengan tekhnik yang baik adalah modal utama Yusuf. Ketika tim sedang bermain tanpa inspirasi dan ritme yang acak-acakan, Yusuf Bachtiar bisa tiba-tiba datang sebagai seorang jenius yang membuat permainan berubah menjadi baik. Satu assist kepada Sutiono dalam Final Liga Indonesia pertama di Senayan akan selalu diingat sebagai assist bersejarah yang membuat Persib menjadi juara pertama kalinya dalam era Liga Indonesia. Tiga gelar di Persib 1990, 1994, 1995 menjadi ganjaran atas permainan briliannya selama di Persib. Sampai saat ini belum ada yang mampu bermain seperti Yusuf di posisi playmaker. Yusuf, playmaker paling brilian yang pernah dimiliki Persib.

DEPAN

Sutiono Lamso:

Pencetak gol di final perserikatan tahun 1994 dan final liga Indonesia pertama tahun 1995 yang akhirnya membuat Persib keluar sebagai juara di tahun itu. Berhasil mengumpulkan tiga gelar juara selama karirnya di Persib. Pemain yang selalu ada di saat yang tepat ketika melakoni laga-laga ‘high profile’. Terhitung sejak liga Indonesia pertama digulirkan pada tahun 1994, Sutiono Lamso tercacat telah mencetak total 42 gol. Rekor liga yang sampai sekarang belum terpecahkan di Persib.

Wowo Sunaryo:

Salah satu pemain dengan gelar ‘guru’. Suatu gelar untuk para legenda besar di Persib. Selain memang Wowo pun pernah mengajar di sekolah rakyat sebagai seorang guru. Gelar ‘guru’ yang kurang lebih seperti gelar ‘sir’ di Inggris. Tidak berlebihan jika akhirnya guru Wowo dianggap menjadi legenda besar Persib. Dia mencetak dua gol di final tahun 1961 yang akhirnya mengantarkan Persib menjadi juara setelah mengalahkan Persija. Pada asean games Jepang tahun 1958, guru Wowo mencatatkan namanya sebagai pencetak gol terbanyak dengan 23 gol. Jika David Beckham melakukan latihan tendangan bebas dengan menggunakan ban yang digantung di gawang, guru Wowo berlatih akurasi tendangan menggunakan drum – drum bekas yang disimpan di gawang. Dan hal ini dilakukan guru Wowo di medio 50an. Jauh sebelum david Beckham melakukan metode latihan seperti ini.

Aang Witarsa:

Aang Witarsa adalah striker dengan kemampuan lari dan olah bola sangat cepat. Dialah pemain perwakilan dari Persib bandung yang tergabung di tim nasional Olimpiade Melbourne 1956 yang sampai saat ini selalu digadang-gadang menjadi salah satu generasi tim nasional terbaik yang pernah ada karena prestasi menahan imbang Uni Sovyet walaupun di partai ulangan harus mengakui keunggulan Uni Sovyet 0-4. Jika sekarang merchandise seperti penggaris dan pulpen bergambar bintang-bintang sepakbola dunia semodel Leonel Messi dan Cristiano Ronaldo, di masa itu, merchandise itu bergambar muka dan tulisan dengan nama Aang Witarsa. Sebuah pengakuan atas kehebatan aang Witarsa di saat itu.

Tim Cadangan Persib XI sepanjang masa: Djudju Sukandar; R.E Suhendar, Dadang Hidayat, Daman Suryatman; Bambang Sukowiyono, Yaris Riyadi, Henkie Timisela, Risnandar Soendoro; Djadjang Nurjaman, Kekey Zakaria, Ade Dana.

Catatan Tambahan

Akan ada banyak debat panjang dalam pemilihan tim Persib XI sepanjang masa. Contohnya adalah bagaimana mungkin pemain seloyal Dadang Hidayat hanya bisa terpilih didalam tim cadangan Persib XI sepanjang masa. Tapi ya itulah, Persib terlahir dengan sejarah yang sangat panjang. Sebelas orang terbaik akan menjadi sangat kurang untuk menjelaskan bagaimana tim ini adalah tim besar yang pernah melahirkan banyak pemain berbakat. Persib XI sepanjang masa dibuat seobjektif mungkin. Tim besar memang akan selalu melahirkan pemain besar.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *