Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas seputar gosip pergantian pelatih Persib dari Dejan Antonic ke Jajang Nurjaman.
Pada saat menangani Pelita Bandung Raya, prestasi Dejan Antonic cukup fenomenal, dengan materi pemain yang dianggap tidak terlalu istimewa, Dejan berhasil membawa PBR hingga babak semifinal Liga Super Indonesia 2014-2015. Dejan pun dinilai berhasil menggali bakat beberapa pemain muda seperti Rizky Pellu, Dias Angga Putra, David Laly, Wawan Febrianto, Dolly Gultom. Pada musim kompetisi itu pula squad Persib asuhan Jajang Nurjaman selalu kesulitan mengalahkan PBR, seringnya malah kalah. Dengan PeDe-nya Dejan mengkritisi Janur yang disebutnya kurang bisa menggali potensi pemain di tim yang sarat pemain bintang. Meskipun demikian, PBR ternyata dikandaskan Persipura di semifinal hingga final derby Bandung gagal terjadi.
Tahun 2016, Jajang Nurjaman disekolahkan ke Inter Milan. Merujuk pada keberhasilan Dejan Antonic meracik Pelita Bandung Raya sebelumnya, manajemen Persib menunjuknya sebagai pelatih Persib, dengan harapan, Dejan mampu menggali potensi pemain muda dan memadukannya dengan pemain bintang Persib yang lain. Di awal pra musim, Dejan cukup memberi harapan dengan berhasil membawa Persib Bandung ke babak final, menyerah 0 – 2 dari Arema Cronus Malang.
Di awal bergulirnya ISC inilah kondisi kritis Dejan Antonic terjadi. Kim Jeffrey Kurniawan yang dulu di PBR bermain cemerlang terus tampil melempeng. Dejan bahkan sulit membawa pasukannya memenangkan pertandingan kandang. Alhasil, jika Jose Maurinho dijuluki sebagai The Special One, Dejan Antonic dinobatkan sebagai pemegang gelar The Special One Point oleh para bobotoh.
Janur lebih mengerti budaya nyunda yang ada di tubuh Persib. Janur bisa membangun rasa kekeluargaan diantara pemain, yang ternyata berpengaruh besar untuk menyatukan chemistry kerjasama tim di lapangan. Setelah ditangani Janur, Kim Kurniawan kembali bermain optimal.
Janur tidak kaku dengan Pola 4-2-3-1 saja. Tidak jarang dia memainkan pola 4-3-3, pola klasik Persib saat Janur tampil sebagai pemain. Kita tunggu saja kapan Janur memainkan pola 4-4-2 untuk menduetkan Sergio van Dijk dengan Samsul Arief, Tantan, atau bahkan Rudiyana dan Yandi Sofyan Munawar yang belum pernah dimainkan sama sekali. Tapi sepertinya pola 4-1-4-1 ala Dejan yang terbukti membuat Persib kalah telak 1 – 4 dari Surabaya United tidak ada dalam kamus Coach Janur.
Janur mengembalikan posisi Rudolf Yanto Basna ke potensi idealnya sebagai stopper terbaik Piala Jendral Sudirman 2016. Selama ditangani Dejan, Basna malah lebih sering digeser ke kanan sebagai wingback. Dejan lebih memilih memainkan Hermawan yang di awal perekrutannya dari Arema banyak “ditolak” bobotoh. Dejan seolah lupa bahwa di sana ada Jajang Sukmara, Dias Angga Putra, dan M Agung Pribadi. Bahkan Tony Sucipto sebagai pemain multi talentapun bisa saja dimainkan di kanan bertukar posisi dengan Jajang Sukmara.
Kejadian ini mengingatkan saya pada tim Bandung Raya di awal Liga Indonesia bergulir tahun 1994 silam. Saat itu Olinga Atangana yang biasa dimainkan di wingback kanan oleh Nandar Iskandar, dimainkan sebagai stopper tangguh oleh Henk Wullem. Di tangan Henk Wullem juga lah Budiman Yunus yang biasanya berposisi sebagai gelandang serang ditransformasi menjadi wingback kiri yang lincah, cepat dan cekatan. Bedanya, eksperimen Wullems sukses membawa Bandung Raya Juara Liga Indonesia 1995, sedangkan Dejan tidak.
Janur berani memarkir Mang Engkos Juan Carlos Belencosso yang tidak kunjung memperlihatkan tajinya sebagai bomber subur di liga Hongkong. Janur tidak silau dengan reputasi Belencosso sebagai pemain termahal ISC 2016. Kalau mandul ya mandul aja.
Terakhir, Janur ternyata lebih berani melakukan rotasi pemain. Di tangan Janur inilah kiper muda Deden M Natsir merasakan bermain penuh di hadapan puluhan ribu bobotoh yang memenuhi stadion Gelora Bandung Lautan Api. Di tangan Janur pula Jajang Sukmara bermain full team dengan kinerja optimal.