Manuskrip Bahan Bakar Air dari Leluhur Bangsa Indonesia

Manuskrip Bahan Bakar Air dari Leluhur Bangsa Indonesia

Pengungkapan sejarah Lemuria versi Kang Dicky Zainal Arifin, Guru Utama Lembaga Seni Bela Diri Hikmatul Iman, mulai menyebar ke mana-mana. Meski penelitian Lemurian di Negara barat sudah lama terjadi, cerita tentang Lemurian versi Indonesia memang baru pertama kali terjadi. Pro kontra tentu saja terjadi. Entah kebetulan atau tidak, acara peluncuran buku “Plato Tidak Bohong” karya DR. Danny Hilman Natawidjaya seakan memberi data tambahan yang positif tentang kemungkinan kebenaran sejarah Lemurian tersebut.

Pada acara Festival Budaya Tatar Sunda tahun 2012 lalu, Kang Dicky memperlihatkan sebuah transkrip kuno berbahasa Lemurian yang membahas cara mengubah air jadi api, sebuah teknologinya yang sejalan dengan ajaran Al-Qur’an.

Manuskrip ini sudah dijelaskan Dicky di video di bawah pada menit 2:40. Di menit 4:30,  Kang  Dicky juga menyebutkan bahwa leluhur Bangsa Sunda sudah punya teknologi anti gravitasi. Mereka sudah bisa membuat pesawat-pesawat antigravitasi. Itu sebabnya daerah tatar Sunda dikenal dengan nama Parahyangan, karena dulunya di  langit Sunda sering terdengar bunyi “hyang.. hyang… hyang” dari pesawat-pesawat antigravitasi yang berterbangan di atasnya. Bunyi “swara hyang” juga banyak terdengar di sebuah daerah di Bandung Selatan yang saat ini dikenal dengan nama “Soreang”.

Apa benar manuskrip itu nyata? Ataukah hanya khayalan Kang Dicky saja? Kalau benar manuskrip itu nyata, Tentu saja masih jadi pro-kontra di kalangan para ahli sejarah. Meskipun demikian, saat ini semakin banyak arkeologi barat yang mengakui kemungkinan kebenaran sejarah ini. Para pembaca bisa melihatnya melalui tayangan-tayangan Ancient Alien di History Channel maupun artikel-artikel berbahasa Inggris hasil penelitian para ilmuwan asing yang semakin banyak tersebar di internet.

Berikut ini adalah liputan diskusi komunitas Spiritual Indonesia yang dimuat dalam media Republik Merdeka Online (RMOL)

 

Apa benar manuskrip itu nyata? Ataukah hanya khayalan Kang Dicky saja? Kalau benar manuskrip itu nyata, Tentu saja masih jadi pro-kontra di kalangan para ahli sejarah. Meskipun demikian, saat ini semakin banyak arkeologi barat yang mengakui kemungkinan kebenaran sejarah ini. Para pembaca bisa melihatnya melalui tayangan-tayangan Ancient Alien di History Channel maupun artikel-artikel berbahasa Inggris hasil penelitian para ilmuwan asing yang semakin banyak tersebar di internet.
Berikut ini adalah liputan diskusi komunitas Spiritual Indonesia yang dimuat dalam media Republik Merdeka Online (RMOL)

Kang Dicky: Ada Semacam Parabola di Dalam Gunung Padang

RMOL. Sebanyak 437 Pyramid atau punden berundak di Indonesia ternyata telah berhasil diditeksi. Letaknyapun beraneka ragam, ada yang di bawah laut, di bawah tanah, dan di permukaan tanah. Namun belum semuanya dilakukan penelitian secara mendalam seperti Gunung Padang, Sadahurip, Rancakbuaya, Gua Dago Pakar dan lainnya.

Hal itu disampaikan Guru Besar Hikmatul Iman, Bandung, Dicky Zainal Arifin kepada Rakyat Merdeka Online, Sabtu malam (23/11), dalam acara Sarasehan Menyingkap Misteri Gunung Padang yang diselenggarakan Kelompok Spiritual Indonesia.

Menurut Kang Dicky, panggilan akrab Dicky Zainal Arifin, setiap bangunan yang ditemukan itu, setelah diteliti secara mendalam baik menggunakan pendekatan spiritual dan teknologi menunjukan fungsi yang berbeda, misalnya Gunung Padang, di dalamnya ditemukan semacam parabola dan bola-bola yang memancarkan energy magnetic.

“Kegunaan parabola itu untuk keperluan astronomi yang menghitung kalender galaxy dan merisetnya setiap sekitar 5147 tahun sekali, tergantung pemuaian Galaxy karena Galaxy terus memuai,” jelas Kang Dicky.

Pendapat Kang Dicky itu dibenarkan oleh salah satu ahli fheng shui Indonesia, Gunadi Widjaja yang menyatakan bahwa bila melihat bentuk dan letak Gunung Padang memang jaman dahulu untuk keperluan astronomi yang mengamati galaxy untuk memprediksi masa mendatang.

“Gunung Padang sebagai tempat tertinggi untuk mengamati bintang-bintang,” ujar Gunadi.

Menurut Kang Dicky, bangunan punden berundak Gunung Padang memang benar-benar buatan manusia dari masa sebelum manusia Atlantis, yakni manusia Lemuria yang memiliki teknologi yang sangat maju.

Hingga saat ini, letak dari benua Lemuria pada masa silam masih menjadi sebuah kontroversi, namun berdasarkan bukti arkeolog yang telah ditemukan dan beberapa teori yang dikemukakan oleh para peneliti, kemungkinan besar peradaban tersebut berlokasi di Samudera Pasifik atau di sekitar Indonesia sekarang. [ysa]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *