Kerajaan Gaib Saranjana di Kalimantan

Kerajaan Gaib Saranjana di Kalimantan

Saranjana adalah nama sebuah kota yang mungkin awalnya belum familiar bagi banyak orang Indonesia. Namun, bagi warga Kalimantan, Saranjana adalah legenda yang telah turun-temurun diceritakan. Namun, kini nama Saranjana semakin dikenal di kalangan netizen karena viral di berbagai media sosial. Bahkan, cerita tentang Saranjana telah diadaptasi menjadi sebuah film horor yang menegangkan. Namun, seperti halnya film-film horor pada umumnya, cerita yang disampaikan lebih fokus pada unsur mistis dan hal-hal yang menakutkan.

Menurut cerita yang beredar, Saranjana adalah sebuah kota gaib atau supranatural yang dihuni oleh makhluk astral. Kota ini memiliki peradaban yang sangat maju, dengan gedung-gedung tinggi yang menjulang dan jalan-jalan yang lebar. Penduduknya hidup dalam kemewahan dan kekayaan, serta menggunakan teknologi modern yang selalu mengikuti perkembangan zaman. Bahkan, banyak yang berpendapat bahwa Saranjana adalah kerajaan jin terbesar di Asia.

Namun, saya pribadi meragukan hal tersebut. Saya lebih cenderung yakin bahwa Saranjana bukanlah sekadar jin, melainkan entitas yang berada pada level yang lebih tinggi. Jika hanya jin biasa, tentunya mereka tidak akan dapat terekam dalam foto-foto seperti yang viral di media sosial ini. Gambar-gambar tersebut memperlihatkan keberadaan yang begitu nyata dan membangkitkan rasa ingin tahu serta ketakutan dalam diri kita.

Mungkin, Saranjana adalah sebuah misteri yang belum terpecahkan sepenuhnya. Apakah kota ini benar-benar ada atau hanya merupakan hasil imajinasi dan cerita yang berkembang dari generasi ke generasi? Hanya waktu yang dapat memberikan jawaban pasti. Namun, satu hal yang pasti, cerita tentang Saranjana telah berhasil memikat perhatian banyak orang dan mengundang imajinasi serta emosi yang beragam.

***

Pertama, Energi bangsa jin tidak sekuat ini. Butuh energi yang sangat besar untuk membuat wujudnya tampil dalam bentuk penampakan. Kedua, jin tidak punya teknologi peradaban. Mereka mah cuma ngaku-ngaku doank pas di-interview lewat mediumisasi lewat manusia kesurupan. Jin itu makhluk yang suka berbohong memanfaatkan ketidaktahuan manusia pada diri mereka yang sesungguhnya. Apalagi banyak dongeng hiperbola yang mengisahkan seolah-olah jin itu sakti, seperti di film Aladdin, Jinny oh Jinny, I Dream of Jeannie, dan lain-lain. Sesungguhnya jin itu cuma makhluk yang lemah, jauh lebih lemah dari manusia. Jika manusia bertanya pada makhluk jin yang tertangkap lalu ditanya-tanya, besar kemungkinan jin yang di-interview tersebut bukan jin yang tinggal di Saranjana. Karena di sekitar portal dimensi yang berada di hutan bukit Saranjana tersebut memang banyak berkeliaran bangsa jin biasa. Apalagi di sana terdapat anomali magnetik yang besar.

Salah satu kisah terkenal tentang Saranjana adalah pada tahun 1980-an, ketika pemerintah setempat terkejut dengan kedatangan sejumlah alat berat yang dipesan dari Jakarta. Alat-alat berat yang sangat mahal itu dipesan oleh seseorang dengan alamat Saranjana dan sudah dibayar tunai. Padahal, secara administrasi, Saranjana tidak ada di peta Kabupaten Kotabaru. Ini juga jelas bukan ciri-ciri bangsa jin. Jin itu makhluk energi, segala jenis bangunan dan infrastruktur yang ada di dimensi jin berbentuk energi semua. Ini kok alat-alat berat yang jelas ada fisiknya dan bermassa besar bisa-bisanya pindah ke dimensi jin. Gak masuk Akmal. Saranjana itu levelnya pasti di atas dimensi jin lah…

Ada juga cerita tentang wisatawan yang mengklaim melihat manusia di antara gedung-gedung tinggi di Saranjana. Namun, ketika mereka mendekat, kota itu tiba-tiba berubah menjadi gunung yang berbatasan dengan laut. Ya namanya juga beda dimensi, tentu saja tidak terlihat dari dimensi manusia, kecuali jika “portalnya” kebetulan sedang terbuka.

Beberapa musisi terkenal Indonesia juga mengaku pernah mengadakan konser di Saranjana. Tantri dan Ari Lasso adalah salah dua di antaranya. Mereka mengatakan bahwa mereka pernah tampil di lokasi yang sama. Jadi pada saat kejadian tersebut, penontonnya amat sangat banyak. Setelah konser selesai, jumlah penonton jauh menyusut secara tak wajar. Penonton yang terlibat itu jelas manusia lah, mustahil bangsa jin bisa terlihat sangat jelas oleh semua orang yang hadir di konser tersebut.

***

Banyak orang percaya bahwa kota Saranjana terletak di Pulau Laut atau yang juga dikenal sebagai Pulau Halimun di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Namun, karena lokasi pastinya masih misterius, ada banyak versi tentang letak kota Saranjana. Secara garis besar, ada tiga pendapat mengenai hal ini. Pertama, kota Saranjana diyakini berada di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Kedua, kota Saranjana disebutkan berada di Teluk Tamiang, Kecamatan Pulau Laut Selayar, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Ketiga, secara lebih spesifik, kota Saranjana disebutkan berada di sebuah bukit kecil yang terletak di Desa Oka-Oka, Kecamatan Pulau Laut Kepulauan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Selain lokasinya, asal usul penamaan kota Saranjana juga belum disepakati. Diduga bahwa Saranjana merupakan wilayah suku Dayak yang bermukim di Pulau Laut. Suku Dayak yang dimaksud adalah Dayak Samihim, sub-suku Dayak yang mendiami wilayah timur laut Kalimantan Selatan. Kepala suku pertamanya bernama Sampuranjana, dengan kerajaan yang dikenal dengan nama Nan Sarunai dan menganut kepercayaan animisme. Kemudian, nama Samburanjana mengalami evolusi pelafalan menjadi Saranjana dalam lidah orang lokal seiring waktu. Samburanjana mulai mendapat pengaruh Hindu Lama. Pada akhirnya, kelompok suku Dayak Samihim meninggalkan wilayahnya akibat perang dengan kekuatan asing yang datang dengan perahu, menyerang penduduk dan menghancurkan wilayahnya. Tetapi, meski telah meninggalkan wilayahnya, nama pusat kekuasaan suku Dayak Samihim di Pulau Laut sampai sekarang dinamakan Saranjana. Dalam sumber lisan, kerajaan Saranjana dirusak oleh pasukan Jawa yang dipanggil dari Marajan Pahit atau Majapahit. Sehingga, menurut kesimpulan hipotesis ini, kerajaan Saranjana muncul sebelum tahun 1660-an atau sebelum abad ke-17 Masehi. Meskipun masih banyak perdebatan mengenai asal usul nama dan lokasinya, menurut Mansyur, seorang ketua lembaga kajian sejarah sosial dan budaya Kalimantan, mengatakan bahwa keberadaan Saranjana dalam perspektif sejarah adalah fakta.

Salomon Muller, seorang naturalis Jerman, menunjukkan hal ini dalam peta wilayah pesisir dan pedalaman Borneo yang dibuat pada tahun 1845. Dalam peta tersebut, terdapat wilayah yang bertuliskan Tanjung atau Huk Saranjana. Tanjung ini berada di sebelah selatan Pulau Laut, berbatasan dengan Pulau Kerumputan dan Pulau Kijang. Mansur, yang mengetahui kapasitas Muller sebagai pembuat peta, mengatakan bahwa Muller telah mendapat pelatihan dari museum Lee dan sedang melakukan penelitian tentang binatang dan tumbuhan di kepulauan Indonesia. Namun, belum diketahui apakah Muller pernah mengunjungi Tanjung Saranjana sebelum memasukkannya ke dalam peta. Di sisi lain, Peter Johanes Viet, seorang profesor geografi dan etnologi asal Belanda, juga memberikan informasi tentang Saranjana dalam kamus yang diterbitkan di Amsterdam pada tahun 1869. Pada halaman 252, Viet menulis kalimat yang kurang lebih berarti: Saranjana, tanjung di sisi selatan Pulau Laut, yang merupakan pulau di bagian tenggara Kalimantan.

Hipotesis lain menyatakan bahwa Saranjana adalah mitos tentang kerajaan maju yang menjadi idaman Pangeran Purabaya dan anaknya, Gusti Musuh, dari Kerajaan Pulau Laut. Dengan demikian, wilayah Saranjana adalah memori kolektif sebagai negeri impian dari pemilik pertama tanah apaanasi Pulau Laut. Hipotesis ini cenderung memahami bahwa Saranjana tidak nyata, hanya sebagai memori kolektif yang lama-kelamaan menjadi mitos sebuah wilayah impian atau negeri angan-angan bagi masyarakat pendukungnya. Mitos inilah yang terus berkembang hingga saat ini.

***

Saranjana, sebagai kota modern yang jauh lebih canggih dan modern dari kota-kota yang ada di seluruh Kalimantan, tentu saja tidak akan terlihat, kecuali jika portal dimensi ke arah sana sedang terbuka. Kerajaan Saranjana bukan kerajaan bangsa Jin, melainkan Bangsa NOOM, yang terletak di dimensi transisi antara dimensi manusia dan dimensi Jin. Bangsa NOOM sendiri, yang jika di daerah Ciamis, Jawa Barat, disebut ONOM, sebetulnya merupakan bangsa manusia. Mereka berpindah ke sana melalui proses “tilam”, menghilang dari dimensi manusia. Mereka adalah orang-orang yang menyelamatkan diri secara massal saat lingkungan tempat tinggal mereka terancam bahaya besar yang bisa memusnahkan mereka semua secara total. Untuk bisa pindah ke dimensi NOOM, mereka bersedia melalui proses di-NOOM-kan. Proses tersebut dilakukan oleh bangsa alien yang bernama bangsa Nexela. Untuk proses tersebut, tubuhnya perlu disuntikkan unsur bangsa jin dan unsur bangsa Alien Nexela. Setelah proses pemutasian berhasil, ada beberapa perubahan yang terjadi pada tubuh mereka, misalnya “parit hidung” nya hilang, tangan bertambah panjang, atau jumlah jari tangannya berkurang, tergantung pada berapa banyak unsur Nexela yang disuntikkan ke tubuh mereka. Setelah itu, barulah mereka dipindahkan ke dimensi NOOM. Awalnya mungkin cuma ada puluhan hingga ratusan orang. Lama-lama mereka berkembang biak di sana hingga populasinya mencapai jutaan orang seperti sekarang.

Comments

comments