Kecelakaan Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) di Gunung Salak terjadi pada tanggal 9 Mei 2012 ketika sebuah pesawat Sukhoi Superjet 100 menghilang dalam penerbangan demonstrasi yang berangkat dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Indonesia. Pada tanggal 10 Mei 2012, reruntuhan Superjet Sukhoi terlihat di tebing di Gunung Salak, sebuah gunung berapi di provinsi Jawa Barat. Karena bidang yang luas di mana puing-puing pesawat menabrak gunung, penyelamat menyimpulkan bahwa pesawat langsung menabrak sisi berbatu gunung dan bahwa “tidak ada peluang untuk hidup.”
Catatan tambahan, Sebelumnya, pada tahun 2002 dan 1992, insiden pesawat lain juga menghantam kawasan ini dengan kecelakaan yang mengejutkan. Nuansa misteri dan aura berbahaya melingkupi gunung ini, menandakan bahwa kecantikan alamnya juga menyimpan peringatan tentang ketidakdugaan dan tantangan yang mungkin dihadapi oleh mereka yang menjelajahinya.
Kita turut berduka cita sedalam-dalamnya bagi tragedi SUKHOI, mungkin ini ada sedikit pendapat lain, atau third opinion terkait seringnya tragedi pesawat di Gunung Salak. Kalau tidak berkenan abaikan saja.
Konon, sejak tahun 1970 hingga sekarang sudah banyak insiden hilang atau jatuhnya pesawat di daerah Gunung Salak Jawa Barat. Sebagian masyarakat percaya mitos yang menyebutkan “ditilem” oleh arwah-arwah Kerajaan Padjadjaran. Ada juga yang menganggap bahwa faktor cuaca atau iklim yang ekstrem yang kesemuanya disebutkan takdir tuhan, sehingga harus menerima suratanNya, apakah itu baik ataupun buruk.
Kedua opsi tersebut secara langsung berfek pada sikap manusia yg cenderung “gak mau susah”, sehingga memudahkan alasan-alasan budaya yang dibangun dalam struktur sosial. Sampai sekarang, pihak yang berwenang, atau apalah namanya, pun belum pernah meneliti kejadian-kejadian kecelakaan di Gunung Salak.
Kenapa bisa sering terjadi kecelakaan?
Sebenarnya, jika mau jujur, kejadian jatuhnya pesawat terbang yang sering terjadi di Gunung Salak, itu disebabkan oleh adanya ANOMALI MAGNETIK dari ANCIENT TECHNOLOGY. Anomali magnetik seperti ini juga terjadi di Gunung Padang (Situs Megalith di Cianjur). Peristiwa ini hanya bisa terjadi apabila jarak dan ketinggian pesawat berada dalam range radius pengaruh dari Anomali Magnetik tersebut. Para ahli tidak pernah tertarik menyelidiki jatuhnya pesawat terbang di daerah tersebut dari tahun ke tahun, dan menganggap hal itu adalah mistis. Anomali Magnetik tersebut mempengaruhi sistem pelontar radar, sehingga menjadi distorsi, bahkan kadang menjadi mati. Korbannya sudah banyak, tapi tidak pernah diselidiki.
Selain itu, di Gunung Salak terdapat sejenis Relay Magnetik dengan kekuatan besar sebagai sarana kesinambungan dari sistem peringatan dini bencana atau mitigasi bencana, yang terhubung ke seluruh dunia, termasuk ke Gunung Padang di Cianjur, dan banyak titik penghubung, antara lain terdapat di Selat Sunda, laut Arafura, Segitiga Bermuda, dan sebagainya. Termasuk di Piramida Saqara di Mesir, hanya yang di Saqara, relay magnetiknya sudah mati, akibat kena jarah.
Di gunung Salak masih termasuk kuat dan besar mengeluarkan sinyal. Sampai sekarang masih aktif.
Jika dihitung secara angka, itu artinya Ancient Tekhnologi yang menyebabkan ANOMALI MAGNETIK sejauh 2500 kaki ( 762 m ) karena pada alat GPWS biasanya penunjukan radio altimeter akan berfungsi sekitar 2500 kaki dari permukaan daratan atau air. Jika Sukhoi menggunakan EGPWS lebih canggih dari GPWS ketinggian deteksi maksimum terrain adalah 13000 kaki lebih dan akan berbunyi jika melewati ketinggian 6234 kaki ( 1900.12 m ) artinya ANCIENT TECHNOLOGY itu bisa menyebabkan ANOMALI MAGNETIK yang sangat besar sekali, yg menyebabkan radar pesawat itu mati mendadak, mesin mati, bahkan air control yangg gak beraturan. Bahkan tidak menutup kemungkinan “ngejam” pesawat masuk dalam radius ANOMALI sehingga kesulitan keluar yang akhirnya menabrak tebing.
Pertanyaannya, kenapa Anomali Magnetik di gunung Salak jauh lebih besar daripada yang di Gunung Padang (Cianjur)?
Ternyata ANOMALI MAGNETIK tersebut disebabkan oleh DORPHALL. Ukuran DORPHALL di Gn Salak ini cukup besar. Setiap pemancar pasti ada DORPHAL sebagai akselerator untuk me-relay atau memancarkan sinyal.
Alat itu bukan CLUSTONIT, tapi dibuat melalui teknologi ELLEMANPHATERA (teknologi pencampuran elemen atau unsur-unsur logam dengan batuan. Untuk mencampurkan unsur logam KRAIMAN (dengan unsur batuan agar tidak menjadi karat dan rusak oleh korosi. Sebagai catatan, logam Kraiman adalah sebuah logam yang lebih ringan dari titanium, namun kekuatannya 10 kali lipat lebih kuat dari titanium.
Molekular dari DHORPAL itu dibuat satu baris dan searah sehingga bisa menimbulkan gelombang magnetik sangat tinggi apabila terkena stimulus, rangsangan, atau “serangan, dari gelombang lain. Contohnya RADAR , RADAR mengeluarkan atau menembakan semacam gelombang dan akan di respon oleh DORPHAL sebagai serangan, maka akan terjadi “counter attack” yang menyebabkan semua mekanisme pesawat jadi mati . Kecuali pesawat tanpa RADAR, ia akan aman sentosa atau di atas 8000 kaki, tapi jika di sekitar 6000 dan kalau terperangkap jalur DORPHAL maka akan terjadi serangan seperti yang disebutkan di atas.
Prinsipnya seperti dalam film BATTLESHIP, dari bumi kirim sinyal ke angkasa luar, ternyata oleh alien dianggap serangan… Jadi terjadi pertempuran… Hehehehe. Bedanya kalau di BATTLESHIP posisi penyerangnya aktif, tapi kalau fenomena ANOMALI MAGNETIK itu pasif, hanya berupa “counter attack”. Tapi lumayan besar kalau bisa “ngejam” pesawat”, heuheu….
Untuk membuktikan ada tidaknya ANOMALI MAGNETIK cukup mudah, misalnya kalau naik ke Gunung Salak, cari lokasi yang ada gangguan di kompas, kalau sudah ketemu , di tempat itulah lokasi anomali magnetik.
(Catatan Hasil diskusi dengan Mbab)
makasih admin artikelnya sangat membantu
sepertinya di gunung gunung angker ya. ya kalo sudah jadi musibah ya mo gimana lagi