Bagaimana cara memutus karma leluhur? Apakah kita perlu melakukan ritual khusus? Pada dasarnya, karma leluhur bisa menurun atau diwariskan bila ada keturunan. Dalam psikologi, fenomena karma leluhur ini mirip dengan fenomena trauma antargenerasi. Apakah dengan menjadi car free atau memutuskan untuk tidak menikah sama dengan memutus siklus karma leluhur? Memang, ketika kita memilih menjadi single atau memutuskan untuk tidak menikah sama sekali, maka otomatis karma leluhur akan berhenti di kita, karena kita tidak akan memiliki anak yang bisa kita besarkan.
Namun, bagaimana jika ada yang tetap ingin punya anak atau sudah terlanjur punya anak tetapi ingin memutus siklus karma leluhur ini? Siklus karma leluhur ini bisa diputus di kita. Intinya, karena leluhur itu terekam dalam DNA dan bisa menurun ketika pola parenting kita sama-sama toksik atau beracun dengan pola parenting pendahulu kita. Ketika kita berhasil mengubah DNA menjadi DNA baru yang bebas dari karma leluhur, maka karma tersebut akan terputus.
Demikian juga ketika kita berhasil menerapkan pola parenting yang sehat terhadap anak, ini bisa berpotensi merubah DNA anak menjadi DNA baru yang bebas dari karma leluhur. Sehingga, ketika kita atau anak kita nanti melahirkan generasi baru, kita sudah mewariskan DNA baru yang bebas dari karma.
Cara Memutus Karma Leluhur bagi yang Belum Punya Anak
Bagi yang belum memiliki anak atau belum menikah, kalian bisa memutus karma leluhur dengan dua cara berikut ini:
Pertama, menyembuhkan trauma antargenerasi yang ada dalam diri. Trauma antargenerasi yang ada di diri sendiri mutlak harus disembuhkan dulu sebelum kita melahirkan generasi baru. Timbunan trauma antargenerasi dalam diri ini bisa mempengaruhi cara kita memilih pasangan hidup dan bagaimana pola kita dalam mengasuh anak-anak yang kita lahirkan. Pribadi yang traumatik biasanya berpotensi mengundang pasangan yang toksik atau traumatik juga. Ketika orang tua ini sama-sama bermasalah dan masih menyimpan trauma dalam diri, maka cara mengasuh anak biasanya juga berpengaruh. Trauma antargenerasi itu bisa diproyeksikan kepada anak melalui pola asuh, sehingga anak berpotensi merasakan hal yang sama seperti kedua orang tuanya. Oleh karena itu, karma leluhur atau trauma antargenerasi ini harus diputus dulu di kita, alias kita harus menyembuhkan diri sendiri dari karma leluhur ini.
Kedua, membentuk DNA baru yang bebas dari trauma antargenerasi atau karma leluhur. Ada berbagai cara yang bisa ditempuh untuk menyembuhkan trauma antargenerasi di diri kita sendiri. Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dilakukan:
- Konsultasi dengan Tenaga Medis
Jika dirasa trauma antargenerasi yang kalian alami itu berat dan sulit untuk dilalui sendiri, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. - Melakukan Terapi
Ada beragam terapi yang bisa dijalani orang yang menanggung trauma antargenerasi hingga trauma ini benar-benar pulih. Untuk mendapatkan terapi, kalian bisa berkonsultasi dengan psikolog untuk mendapatkan rekomendasi jenis terapi yang tepat. - Memaafkan Diri Sendiri
Trauma yang ada dalam diri ini bukan untuk disangkal, dibuang, atau ditekan. Banyak orang yang salah kaprah ketika mereka memiliki trauma, trauma ini malah ditolak, disangkal, direpresi, dan tidak dipedulikan. Akibatnya, di masa depan, trauma ini justru bisa meledak seperti bom waktu. Agar trauma bisa teratasi, sebaiknya trauma ini diterima dan cobalah untuk memaafkan diri sendiri. Caranya, ketika sedang meditasi dan sudah rileks, lihatlah diri sendiri menggunakan mata ketiga atau cukup bayangkan diri sendiri menggunakan imajinasi. Lalu, ucapkanlah terima kasih kepada diri sendiri dan maafkan diri sendiri atas segala reaksi yang timbul saat menghadapi kejadian-kejadian traumatis di masa lalu. Metode ini bisa diulang berkali-kali sampai kalian benar-benar memaafkan dan menerima diri sendiri serta mulai mencintai diri sendiri seutuhnya. - Menyembuhkan Inner Child yang Terluka
Orang yang menanggung karma leluhur biasanya memiliki inner child atau masa kecil yang terluka. Saat sedang meditasi, ketika sudah rileks, coba ingat-ingat kembali kejadian traumatis di masa kecil yang menurut kalian sangat menyakitkan. Amati sosok kalian sendiri yang masih kecil dalam peristiwa tersebut. Dalam imajinasi kalian, peluklah sosok anak kecil tersebut, katakan terima kasih kepadanya karena dia sudah begitu kuat menanggung semua penderitaan di masa lalu. Katakan juga bahwa kalian mencintai dan menyayangi anak kecil tersebut dengan tulus, dan minta maaflah karena selama ini kalian hampir tidak pernah memperhatikan anak kecil tersebut. Jika dada terasa sesak atau sakit, kalian bisa usap bagian yang sakit sambil mengulangi mengucapkan terima kasih, “Aku sayang kamu, diri kecil,” dan minta maaflah karena tidak pernah memperhatikan dia. Metode ini bisa diulang sampai kalian benar-benar sembuh dari peristiwa traumatik tersebut.
Tanda Sembuh dari Trauma
Kita bisa dikatakan sembuh dari trauma ketika kita sudah netral saat mengingat peristiwa traumatik tersebut, alias sudah tidak merasa sedih, ketakutan, atau tersakiti lagi. Nah, jika diri sendiri sudah sembuh dari trauma antargenerasi tersebut, PR selanjutnya adalah membentuk DNA baru yang bebas dari karma leluhur atau trauma antargenerasi.
Cara Membentuk DNA Baru
Pertama, mencintai dan menghargai diri sendiri. Jika kita memiliki rasa cinta dan menghargai diri sendiri yang cukup, ini akan terekam dalam DNA dan bisa menurun kepada keturunan. Mulailah untuk lebih memperhatikan diri sendiri, merawat diri, dan meluangkan lebih banyak waktu untuk diri sendiri. Berikan penghargaan sederhana bagi diri sendiri setelah melewati tugas-tugas berat, misalnya hadiah atau reward untuk diri sendiri.
Kedua, bentuk DNA baru melalui pikiran bawah sadar. Kalian bisa mencoba membentuk DNA baru yang sehat dan bebas dari karma leluhur melalui pikiran bawah sadar. Caranya bisa dilakukan sesaat sebelum tidur, sesaat setelah bangun tidur, dan juga saat meditasi. Ketika kalian sudah meditasi sampai rileks, cukup niatkan dalam diri untuk membentuk DNA baru yang sehat dan berkualitas serta DNA baru yang mencintai dan menghargai diri sendiri dengan taraf yang sehat. Lepaskan, nantinya DNA ini akan menurun dan mampu menciptakan keturunan-keturunan baru dengan kualitas yang benar-benar baik.
Ketiga, menetapkan batasan. Belajarlah menetapkan batasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan orang lain terhadap kita. Dengan menetapkan batasan, kita sudah belajar untuk melindungi diri sendiri dari potensi disakiti oleh orang lain, sehingga mental dan kejiwaan kita kelak akan lebih sehat dan kuat. Ini juga akan terekam dalam DNA dan menurun ke anak kelak, sehingga sejak kecil anak sudah memiliki mekanisme alami untuk menetapkan batasan terhadap diri sendiri, sehingga ia tidak mudah disakiti dan dimanfaatkan oleh orang lain.
Keempat, pelajari pola-pola karma leluhur. Cegah agar tidak terulang. Pelajari faktor apa saja yang menjadi penyebab mengapa dalam keluarga besar banyak terjadi perceraian, perselingkuhan, atau KDRT berulang-ulang. Pelajari apakah ada sifat-sifat antar pasangan yang tidak saling sinkron dan tidak saling memenuhi. Ambil pelajaran dari setiap peristiwa yang ada. Kalau perlu, catat pola-pola ini berikut penyebabnya dan tanamkan dalam hati agar jangan sampai mengulang kesalahan yang sama, termasuk kesalahan dalam memilih pasangan.
Kelima, selektif memilih pasangan. Pasangan adalah faktor krusial dalam memutus siklus karma leluhur. Jangan sampai kita salah dalam memilih pasangan, sehingga bukannya membangun rumah tangga yang harmonis di masa depan, tetapi malah mengulang siklus karma yang sama seperti leluhur kita.
Keenam, menikah dan memiliki anak hanya bila benar-benar siap. Jangan terpengaruh dengan omongan orang lain tentang kapan kita harus menikah. Jika kita belum siap, tidak masalah untuk menunda menikah dan punya anak. Akan lebih celaka jika kita memaksakan menikah dan punya anak dalam kondisi belum siap, karena tubuh kita memiliki sistem peringatan sendiri bila di masa depan akan terjadi sesuatu yang buruk.
Ketujuh, sepakat untuk kompak dengan pasangan tentang mengasuh anak. Sebelum memutuskan untuk menikah dan memiliki anak, diskusikan dengan calon pasangan model pengasuhan apa yang akan dilaksanakan. Orang tua yang kompak dalam mengasuh anak akan mewariskan memori dan sifat-sifat yang baik terhadap anak, sehingga anak bisa berkembang menjadi manusia yang utuh dan tidak terkena siklus karma lagi.
Memutus Karma Leluhur Setelah Memiliki Anak
Bagaimana jika kita ingin memutus karma leluhur padahal sudah memiliki anak? Bila kalian sudah terlanjur menikah dan memiliki anak, namun baru menyadari ada karma leluhur yang harus dihentikan, siklus ini masih bisa disetop. Caranya adalah sebagai berikut:
Pertama, sembuhkan diri sendiri dari trauma antargenerasi. Upayakan diri sendiri sudah memulai penyembuhan dulu. Cara penyembuhannya sama seperti cara-cara yang sudah saya paparkan sebelumnya. Kalian bisa mencoba untuk berkonsultasi ke psikiater, psikolog, atau melakukan terapi-terapi tertentu seperti hypnoterapi dan sebagainya. Kalian juga bisa melakukan self-healing atau penyembuhan sendiri dengan cara meditasi, memaafkan diri sendiri, dan menyembuhkan inner child yang terluka.
Kedua, sepakat dengan pasangan untuk memutus karma leluhur. Setelah kalian memutuskan untuk menyembuhkan diri, diskusikan dengan pasangan untuk berkomitmen memutus karma leluhur dalam keluarga bersama-sama, dimulai dari generasi kalian. Pelajari pola-pola karma leluhur yang terjadi dalam keluarga, analisa penyebabnya, dan cobalah untuk mencari solusi pencegahan agar pola karma tidak terulang dalam pernikahan dan generasi selanjutnya. Memutus karma leluhur tentunya akan lebih mudah bila pasangan suami istri itu kompak menjalaninya berdua.
Ketiga, perbaiki pola parenting. Selain komitmen memutus karma leluhur bersama pasangan, pola parenting atau pengasuhan anak juga harus diperbaiki. Jangan sampai kita mengulang toxic parenting seperti yang pendahulu kita lakukan kepada kita. Jika dulu kita dibesarkan dengan bentakan, kekerasan, kemarahan, dan kontrol ketat, sekarang kita harus memperbaiki pola pengasuhan yang lebih lembut dan lebih merdeka, namun tanpa meninggalkan kedisiplinan. Jika dulu kita sering diabaikan oleh orang tua, kini kita harus memperhatikan anak dengan seksama.
DNA anak masih bisa dirubah walaupun dia sudah terlahir ke dunia. Cara merubahnya adalah dengan memberikan anak lingkungan yang tepat. Jadi, jangan malas untuk belajar parenting dan sesuaikan dengan kebutuhan anak saat ini. Jika anak diasuh oleh orang tua yang utuh, saling menyayangi, dan saling kompak, serta anak merasa penuh dengan kasih sayang dan pendidikan yang cukup dari kedua orang tua, maka DNA anak juga akan terbentuk dengan baik. Vibrasi anak juga menjadi positif, sehingga ketika ia dewasa dan mulai menarik pasangan ke dalam hidup, ia hanya akan menarik pasangan yang sehat dan sefibrasi. Ketika mereka menikah dan punya anak kelak, pola asuhnya juga sehat, dan mereka bisa melahirkan generasi-generasi baru yang lebih berkualitas.
Ajarkan anak juga untuk bisa menghindari pola-pola karma leluhur yang ada di keluarga besar, sehingga ketika anak tumbuh dewasa, dia bisa menjaga sikap dan selektif dalam memilih pasangan. Cara memutus karma leluhur dalam masing-masing keluarga mungkin saja agak sedikit berbeda satu sama lain, karena pada dasarnya manusia itu unik. Cara terbaik untuk menyelesaikan persoalan dalam keluarga adalah solusi yang diambil sendiri dari analisa dan pemikiran yang matang. Meditasi ini membantu manusia untuk lebih sadar, sehingga bisa menganalisa pola-pola karma leluhur, penyebab, dan memilih sendiri solusi apa yang paling tepat untuk memutus siklus karma leluhur ini.
Pada dasarnya, diri sejati kita sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk memutus karma leluhur dalam keluarga. Kita hanya perlu berlatih untuk lebih menyadarinya. Psikiater, terapis, seminar, kelas parenting, dan konselor pernikahan hanyalah bantuan untuk memberikan kita nasihat atau terapi tertentu. Yang paling tahu mana yang terbaik untuk dilakukan adalah diri sejati kita, karena dia melihat segala sesuatu dengan lebih objektif tanpa intervensi persepsi, pikiran subjektivitas pihak lain, atau intervensi perasaan.
Kita akan membahas ini lebih detail dalam online kelas tanggal 27 dan 28 ini. Masih ada kesempatan untuk mendaftarkan diri dalam online kelas bagi Anda yang tergerak untuk sama-sama memutus karma leluhur ini. Yuk, kita bareng-bareng belajar untuk menyembuhkan diri, memperbaiki keluarga, dan menurunkan DNA baru yang lebih sehat. Daftar sekarang juga dan cek deskripsi video untuk informasi selengkapnya.