Banyak orang sukses yang memulai usahanya dari kondisi sangat memprihatinkan. Sony Sugema adalah salah satu orangnya.
Tahun 1980 ayah Sony meninggal dunia sehingga ia harus bekerja untuk menghidupi ibu dan empat orang adiknya. Ketika itu ia masih sekolah kelas dua di SMA Negeri 3 Bandung. Ia menawarkan jasa les privat pada teman-teman sekolahnya dengan biaya 5 ribu rupiah per bulan. Ternyata tawarannya disambut positif oleh teman-temannya. Selain memang bakatnya yang cerdas, Sony dikenal jitu membuat “soal-soal bayangan” dari ulangan dan ujian nasional oleh teman-teman sekolahnya.
Tahun 1982 ia lulus ujian masuk ke Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Teknik Sipil. Perjuangan Sony di tengah kprihatinan hidupnya terus berlanjut. Untuk sekedar menghemat ongkos, ia harus mengayuh sepeda menuju kampus yang berjarak 20 kilometer dari rumahnya. Untuk membiayai kuliahnya sekaligus menafkahi keluarganya, ia banyak mengajar. Bukan gosip, selain mengajar, ia juga memproduksi kue cuhcur yang setiap hari dititip jualkan di kantin Mesjid Salman ITB. Di tempat itulah Sony bertemu dengan seorang wanita bernama Siti Romlah, seorang mahaiswi jurusan Biologi ITB yang membuatnya jatuh cinta, yang usianya tiga tahun lebih tua darinya. Mungkin bagi sebagian besar Akang-Teteh pembaca blog, tindakan Sony sangatlah nekad dan tidak masuk akal. Ia segera mempersunting Siti Romlah. Ia menikah muda dalam usia 17 tahun!
Tahun 1985 ia mengajar di SMA Angkasa Bandung. Ia mengajar Matematika, Fisika, dan Kimia untuk kelas satu, dua, dan tiga. Di luar itu, ia pun sibuk bekerja sebagai pengajar di beberapa Bimbingan Belajar.
Kesibukan demi kesibukannya menafkahi keluarga membuat dirinya tidak bisa fokus lagi di kuliahnya, Sony terkena kasus akademik di ITB, sehingga akhirnya Sony menerima kenyataan putus study (DO), dan ia harus rela melepaskan kesempatan meraih gelar Insinyurnya.
Pada tahun 1990 ia memutuskan untuk membuka bimbingan belajar sendiri. Cikal bakal Sony Sugema College (SSC) ini awalnya terletak di Jalan Dipati Ukur 71 Bandung. Modal awal pendirian bimbel sebesar Rp. 1,5 Juta yang ia peroleh dari pembayaran royalti buku-bukunya. Ia pernah menulis buku tentang pembahasan soal-soal UMPTN yang setiap tahunnya selalu diperbaharui. Uang 1,5 juta rupiaj dipakai untuk menyewa gedung sebesar Rp. 750.000 dan sisanya untuk membeli perlengkapan belajar seperti kursi, meja, papan tulis.
Promo semakin gencar dilakukan dengan mengusung metoda “The Fastest Solution”. Demo-demo cara cepat penyelesaian Ma-Fi-Ki gencar dilakukan. Saya sendiripun dulu termasuk yang terpukau dengan brosur-brosur bertagline “Pembantaian Soal-soal Matematika Kurang Dari 10 detik!” Cara itu terbukti ampuh untuk mengundang minat para siswa SMAN 3 Bandung angkatan saya. Lebih seru lagi, Bapak Obos Bastaman, seorang guru matematika senior SMAN 3 Bandung, mengklaim bahwa rumus-rumus cara cepat pembantaian Matematika adalah berasal darinya.
Awalnya murid bimbingan belajar ini hanya 140 orang, dan satu-satunya pengajar hanyalah dirinya sendiri. Waktu itu pun saya pernah dapat selebaran bertagline “Sony Sugema – Pengajar Tunggal!”
Bimbingan belajar ini awalnya hanya khusus untuk menghadapi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Ia memulainya dengan membuka kelas khusus SMAN 3 Bandung yang memberikan jaminan 100% uang kembali bagi murid yang gagal lolos UMPTN. Saya pun menemukan brosur bertarget siswa SMAN 5 Bandung yang juga memberikan jaminan uang kembali 50%. Benar-benar strategi jitu dari Sony Sugema saat itu.
Gospinya, hanya 10 orang dari 140 orang yang mengambil uangnya kembali. Dan gosipnya pula, keberhasilan daya tarik metoda Rumus Cepat SSC ini membuat kompetitornya ketar-ketir. Kasus DO-nya Sony Sugema sering disindir oleh guru-guru Bimbingan Belajar Ganesha Operation waktu itu sebagai salah satu upaya Black Campaign memenangkan persaingan rebutan murid. Gosipnya pula itu membuat GO melakukan langkah revolusioner jurus-jurus baru yang mereka branding dengan nama “Rumus The King”.
Seiring berjalannya waktu, ia merasa kewalahan karena terlalu sibuk bekerja sebagai pengajar tunggal. Ia lalu meminta teman-temannya dari ITB, Unpad, dan IKIP (sekarang UPI) untuk membantunya mengajar di Bimbingan Belajar tersebut. Beberapa nama yang saya ingat : Pak Dimitri Mahayana, guru Fisika, Pak Iwan, guru matematika yang tiap ngajar selalu memamerkan kejombloannya :), ada lagi Pak Susilo, guru matematika. Beberapa guru favorit SMAN 3 juga ada yang ditarik sebagai pengajar : Pak Tata Santana (Fisika), Pak Rukman (Kimia).
Pada tahun 1993, SSC mulai membuka cabang di beberapa kota dengan Jakarta dan Garut, lalu Cirebon (1993), Tasikmalaya (1993), Surabaya (1994), Yogyakarta (1995), Bogor (1996), dan Medan (1997). Saat ini SSC memiliki cabang di lebih dari 30 kota di Indonesia.
Menurut Sony, yang membedakan SSC dengan bimbingan belajar lain, yaitu ia menerapkan dua system pengajaran : The Fastest Solution dan Learning is Fun – Art of Study. Dengan kedua metode tersebut, pengajar yang berminat untuk menjadi guru SSC harus memenuhi sejumlah kriteria. Selain harus menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, pengajar juga tidak boleh terlalu serius dan dapat diterima oleh siswa. Sebelum menjadi pengajar pun mereka harus melewati beberapa tes. Pertama tes tertulis untuk mengetahui sejauh mana calon pengajar menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan. Setelah itu, mereka diharusan melakukan simulai mengajar di depan guru-guru SSC. Setelah magang selama tiga bulan, barulah caon pengajar tersebut diangkat menjadi pengajar tetap. Gaji yang diterima pengajar cukup memadai, berkisar antara Rp 20.000 – Rp. 50.000 per jam.
Tahun 1996 ia mendirikan PT Sony Sugema Presindo yang bergerak dalam bidang penerbitan dan percetaan. Selain hobi mengutak-ngatik soal Ma-Fi-Ki, Sony juga ternyata menggemari bahasa pemrograman komputer. Hobinya itu disalurkan dengan mendirikan beberapa perusahaan software, antara lain : PT Sonisarana Cipta Olah Media (SSCOM), Quantum E-commerce College, dan PT Mega Portal Media. Ia juga membuat CD Al-Qur’an, program SMS Al Quran, dan Program S3 (Sony Sugema Script).
Pada tahun 2000 PT Sony Sugema Eduka didirikan, dan sejak itu pula SSC dikembangkan dengan menggunakan metoda waralaba. Hingga tahun 2008 SSC telah membuka 18 cabang waralaba, yakni di Padang, Palembang, Pekanbaru, Depok, Cianjur, Majalengka, Tegal, Palangkaraya, Pontianak, Makasar, Jombang, Sidoarjo, Mojokerto, Denpasar, dan Lampung Metro.
Tahun 2001 ia mendirikan STTIS (Sekolah Tinggi Informatika Sony Sugema). Tahun 2003 ia mendirikan sekolah SMA gratis bernama Alfa Centauri di Jl. Diponegoro Bandung. Menurut Sony, sekolah ini didirikan sebagai rasa syukur kepada Allah dan kepeduliannya kepada anak-anak dari keluarga miskin dan yatim piatu.
Awalnya anak-anak yang belajar di sekolah ini bebas biaya. Dana operasional sebesar 20 – 30 juta per bulan diambil dari keuntungan beberapa perusahaannya. Pada tahun ketiga, tak hanya kaum dhuafa yang mendaftar ke sekolah ini sehingga untuk menampung keinginan mereka, ia memberi kuota 50 persen untuk siswa tadi, selebihnya tetap untuk kaum dhuafa. Perberlakuan biaya bagi mereka digunakan untuk subsidi silang bagi kaum dhuafa. Proses seleksi penerimaan juga cukup ketat. Jumlah pendaftar per tahunnya mencapai 400 – 500 orang, padahal siswa yang diterima hanya sekitar 30 – 40 orang saja. SMA Alfa Centauri dikelola dengan gaya bimbel. Sejak kelas dua setiap siswa diikutsertakan bimbingan belajar. Pagi sekolah mengikuti kurikulum biasa dan sorenya mengikuti Bimbingan Belajar. Metoda ini ternyata luar biasa. Dari 27 lulusan perdana akademik 2006/2007, yang mengikuti penerimaan mahasiswa baru (SPMB), 21 orang berhasil diterma di empat PTN terkemuka di Bandung.
“Sebenarnya angkatan pertama SMA Alfa Centauri yang menjadi alumni perdana berjumlah 36 orang itu, hanya 27 yang mengikuti SPMB. Yang lainnya sengaja tidak ikut SPMB karena untuk beli formulir saja mereka tidak punya biaya. Beli formulir paling rendah Rp. 150 ribu,” imbuh Sony menyayangkan.
Saat ini, gosipnya, Sony Sugema telah dikaruniai 12 anak dari dua orang istrinya. Sepuluh anak dari istri pertamanya, Siti Romlah, dan 2 anak dari istri keduanya, Ira Kartika, yang usianya terpaut 11 tahun dengan istri pertamanya.
Update 31 Januari 2016
Kabar duka datang dari Bandung, Jawa Barat. Sony Sugema yang selama ini dikenal sebagai pendiri lembaga bimbingan belajar Sony Sugema College meninggal dunia, Minggu (31/1/2016).
“Telah berpulang ke rahmatullah, Bapak H Sony Sugema pada hari ini, Minggu, 31 Januari 2016. Berdoa semoga Almarhum Pak Sony mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah SWT, diterima semua amal ibadah dan kebaikannya, diampuni segala khilaf dan dosanya serta keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran. Amin,” demikian informasi yang beredar di Medsos…
Sebelumnya, Sony sempat dirawat di RS Sentosa, Bandung, untuk masalah jantung.
Selain mendirikan SSC, Sony Sugema juga mendirikan Sekolah Alfa Centauri di Bandung. Ia juga turut mendirikan kantor berita Islam Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
2 Comments