Arab Saudi, yang dikenal dengan dua kota sucinya, Makkah dan Madinah, kini menghadapi kontroversi besar. Negara ini membuka peluang investasi asing di sektor properti, termasuk di kedua kota suci umat Islam tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan rencana besar pemerintah Saudi dalam mewujudkan Vision 2030, yang bertujuan mengurangi ketergantungan ekonomi pada minyak dan mengalihkan fokus pada sektor pariwisata dan real estate.
Tujuan Kebijakan Investasi Asing
Pada 27 Januari 2025, regulator pasar saham Arab Saudi mengumumkan kebijakan baru yang memungkinkan investor asing berpartisipasi dalam proyek-proyek besar, termasuk pembangunan di Makkah dan Madinah. Kebijakan ini sejalan dengan undang-undang penanaman modal yang baru yang mulai berlaku pada Agustus 2024, menggantikan regulasi lama yang lebih ketat. Pemerintah berharap kebijakan ini akan menarik lebih banyak modal asing dan memberikan likuiditas untuk proyek-proyek jangka panjang.
Salah satu sektor yang menarik perhatian adalah real estate, di mana perusahaan asing diizinkan berinvestasi dalam pembangunan properti mewah. Makkah dan Madinah, sebagai tempat tujuan utama jemaah haji dan umrah, menjadi target investasi untuk memenuhi kebutuhan akomodasi. Ini juga sejalan dengan Visi 2030 yang menargetkan 30 juta jemaah haji dan umrah pada 2030.
Visi 2030: Modernisasi dan Sektor Pariwisata
Visi 2030 Arab Saudi bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada minyak dan membuka peluang baru dalam sektor pariwisata dan real estate. Arab Saudi berencana membangun sejumlah proyek besar, termasuk Neom, The Red Sea Project, dan Qiddiya. Proyek-proyek ini diharapkan akan menciptakan lapangan kerja, mendatangkan investasi, dan memperkuat infrastruktur di seluruh negeri.
Namun, dengan dibukanya pintu bagi investasi asing, ada kekhawatiran bahwa ini akan mengubah identitas religius yang selama ini melekat pada Makkah dan Madinah. Banyak yang khawatir bahwa kedatangan investor asing akan membawa pengaruh sekuler yang jauh dari prinsip-prinsip Islam yang seharusnya dijaga di kota-kota suci tersebut.
Kontroversi Pembangunan dan Pengaruhnya pada Kota Suci

Salah satu proyek yang menimbulkan kontroversi adalah pembangunan The Mukaab, sebuah bangunan berbentuk kubus yang terinspirasi dari arsitektur modern di Riyadh. Banyak yang berpendapat bahwa bangunan ini menyerupai Ka’bah, tempat suci umat Islam, dan ini menimbulkan spekulasi bahwa Arab Saudi berupaya menciptakan Ka’bah baru. Kontroversi ini menambah kekhawatiran umat Islam bahwa negara ini sedang menuju arah yang lebih sekuler, berjarak dari ajaran Islam.
Menanggapi isu tersebut, Wakil Presiden Indonesia, K.H. Ma’ruf Amin, menyatakan bahwa kemiripan bentuk arsitektur adalah hal yang wajar dalam konstruksi. Menurutnya, selama bangunan tersebut bukan digunakan sebagai tempat ibadah, tidak seharusnya menjadi masalah.
Namun, kontroversi ini menambah kekhawatiran bahwa Arab Saudi mungkin bergerak menuju sekularisasi, menjauh dari nilai-nilai tradisional Islam. Beberapa pihak melihat pembangunan The Mukaab sebagai simbol perubahan tersebut.
Selain itu, kebijakan yang lebih liberal di Arab Saudi juga memperlihatkan perubahan yang signifikan dalam budaya dan kehidupan sosial. Seperti yang diketahui, pemerintah Saudi kini mengizinkan perempuan mengenakan bikini di pantai privat dan menyelenggarakan konser musik EDM. Bahkan perayaan Halloween dan Valentine, yang sebelumnya dilarang, kini diperbolehkan. Transformasi ini mengundang kritik keras dari pihak yang khawatir bahwa Arab Saudi semakin menjauh dari nilai-nilai Islam yang selama ini dijunjung tinggi.
Dampak bagi Makkah dan Madinah
Makkah dan Madinah, dua kota suci yang menjadi pusat ibadah umat Islam, kini terlibat dalam proyek-proyek besar yang berpotensi mengubah karakteristik kota tersebut. Investasi asing di sektor real estate dapat memengaruhi ketersediaan akomodasi bagi jemaah haji dan umrah, namun ada kekhawatiran bahwa pembangunan komersial yang masif dapat merusak keaslian dan kesucian kedua kota ini.
Sejauh ini, lebih dari 90% dari kawasan suci ini telah dihancurkan untuk memberi jalan bagi pembangunan gedung-gedung tinggi dan infrastruktur modern. Proyek-proyek ini, meskipun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan jemaah, tetap menghadirkan dilema besar tentang sejauh mana konsep Islami di Makkah dan Madinah akan tetap dipertahankan.
Masa Depan Makkah dan Madinah
Melihat perkembangan ini, ada pandangan yang mengusulkan agar Makkah dan Madinah menjadi wilayah otonom, seperti Vatikan di Italia, untuk memastikan bahwa kedua kota ini tetap dijaga kesuciannya. Meskipun hal ini terdengar ideal bagi banyak umat Islam, sulit untuk membayangkan Arab Saudi memberikan otonomi penuh pada kota-kota tersebut, mengingat potensi ekonomi yang besar dari sektor pariwisata dan ibadah haji.
Pada akhirnya, pertanyaan besar yang muncul adalah apakah perubahan yang terjadi ini akan membuat Makkah dan Madinah kehilangan esensi keislamannya, ataukah perubahan ini adalah bagian dari langkah menuju modernisasi yang tetap menghormati nilai-nilai Islam?
Kesimpulan
Kontroversi yang muncul seiring dengan kebijakan investasi asing di Arab Saudi dan proyek-proyek besar dalam Visi 2030 menunjukkan adanya ketegangan antara modernisasi dan pelestarian prinsip-prinsip Islam. Meskipun ada niat untuk meningkatkan ekonomi dan menciptakan peluang baru, banyak pihak yang meragukan apakah Makkah dan Madinah dapat tetap menjaga kesuciannya di tengah arus pembangunan yang pesat. Hanya waktu yang akan menjawab bagaimana kedua kota suci ini akan berkembang di masa depan.