Seberapa penting sih Fitur WhatsApp Stories itu?

Seberapa penting sih Fitur WhatsApp Stories itu?

Saat ini netizen memang sedang “riweuh” dengan masalah migrasi dari WhatsApp ke aplikasi lain. Media online pun ramai membahas berbagai aplikasi alternatif yang bisa digunakan saat kita benar-benar meninggalkan WhatsApp.  Telegram dan Signal saat ini benar-benar mengalami lonjakan pemakai baru. Kalangan bapak-bapak dan ibu-ibu pengajian ikutan heboh menginstall BIP dengan alasan buatan Turki yang mereka anggap buatan muslim dan memilih BIP mereka anggap sebagai solidaritas sesama muslim. Luar biasa ya negara kita, pilih aplikasi aja dihubung-hubungkan dengan agama 😀

Saya pribadi masih belum menginstall berbagai aplikasi yang ramai diributkan tersebut. Tanpa diributkan dengan peristiwa inipun, saya sudah lama menginstall Telegram di smartphone saya. Bagi saya pribadi, WhatsApp dan Telegram ini tidak saling menggantikan, tapi saling melengkapi. Jadi, buat saya, tidak ada migrasi dari WhatsApp ke Telegram. Sampai saya buat tulisan ini, dua-duanya masih saya pakai.

Saya lihat sekilas, baik Signal maupun BIP tidak punya fitur Stories, selain memory HP saya udah penuh, ini menjadi alasan untuk tidak tertarik menginstall aplikasi-aplikasi tersebut. Demikian pula dengan aplikasi messenger karya anak bangsa seperti LiteBig, ChatAja, Otuchat, hingga Gojek. Belum ada Stories-nya.

Memangnya penting amat ya Stories atau Daily Status ini? Buat orang-orang gaptek yang merasa nginstall WhatsApp dengan alasan terpaksa demi ikut WhatsApp Group keluarga, mereka memang jarang memanfaatkan fitur stories ini. Bahkan, sepengamatan saya, jangankan bikin status, melihat dan mengomentari status orang pun mereka gak pernah. Buat mereka, bukan masalah besar untuk migrasi dari WhatsApp ke Signal atau ke BIP. Saya pribadi sih, mungkin lebih memilih Line yang sudah ada Storesnya. Saat ini saya jarang menggunakan Line, karena memang teman-teman kontak saya jarang yang pake. Dulu, Line itu dianggap messengernya para ABG, sedangkan WhatsApp dianggap sebagai messengernya Om-om dan tante-tante. Namun, kegiatan orang-orang di dunia online sepertinya membuat ketergantungan orang pada WhatsApp semakin tinggi, sehingga mau gak mau, para ABG-pun tertarik ikutan pake WhatsApp.

Untuk para pemakai Facebook, update status itu merupakan kebutuhan. Update status itu ngebantu banget membuka percakapan kita dengan teman-teman kita. Karena orang-orang terbisa menuliskan kabar terkini mereka di status. Saya pun begitu. Beberapa contoh kejadian-kejadian yang terjadi saat kita saling berbagi status dengan teman-teman kita di WhatsApp.

Pertama, saat saya dan istri saya mengantar anak-anak kami kembali ke pondok pesantren, saya menulis status, “Otw Tasikmalaya”, eh, beberapa menit kemudian ada teman saya komentar, “Si kembar udah masuk lagi pesantrennya, Kang?” Dari pembuka percakapan itu lalu terjadilah percakapan-percakapan berikutnya.

Dari stories yang dibuat teman-teman, saya menyapa mereka. Orang-orang Indonesia khan banyak yang merasa mati gaya klo belum bisa update status.

Karena Stories bisa membantu proses silaturahmi, fitur ini juga sering digunakan oleh teman-teman saya yang berjualan online untuk memajang produk-produk yang mereka pasarkan. Mempromosikan barang dan jasa melalui WhatsApp Stories adalah salah satu teknik marketing yang tidak membuat teman merasa terganggu.

Salah satu nilai praktis WhatsApp Stories adalah, dia dengan gampang kita share ke Facebook. Fitur Stories seperti ini juga ada di Instagram, wajar karena Instagram, WhatsApp, dan Facebook memang berada di bawah bendera yang sama, “From Facebook”.  Fitur sejenis Stories ini juga ternyata ada di Twitter yang jarang saya buka, itu sebabnya saya gak tahu kapan fitur tersebut mulai tersedia di Twitter. Fitur seperti ini juga ada di Youtube. Jadi itulah sebabnya saya menganggap fitur seperti ini sangat penting. Sayang sekali ya fitur ini belum ada di Signal dan BIP.

Comments

comments