Jika generasi emas Manchestes United lahir saat ditangani Sir Alex Ferguson di awal dekade 90-an, generasi emas Persib lahir di tangan Marek Janota di awal dekade 80-an. Persib ’86, sebutan yang kemudian melekat pada Adjat Sudradjat dan kawan-kawan, mewarnai masa kejayaan tim kebanggaan warga Kota Bandung itu hingga pertengahan dekade 90-an.
Singkat cerita, untuk mengembalikan Pangeran Biru ke jajaran elite sepakbola nasional, Ketua Umum Persib Solihin GP mencanangkan program pembinaan pemain muda secara berkesinambungan. Untuk kepentingan itu, pelatih asal Polandia Marek Jantota didatangkan ke Bandung.
Hasilnya? Persib kembali ke Divisi Utama Kompetisi Perserikatan PSSI 1983. Bukan sekadar kembali, Adeng Hudaya dan kawan-kawan langsung menggebrak pentas sepakbola nasional.
Sayang, Persib harus mengalami trauma hebat lantaran dua kali ditekuk PSMS Medan melalui drama adu penalti di babak grandfinal Kompetisi Perserikatan 1983 dan 1985.
Tapi nista, maja, utama. Itulah kalimat kunci yang dilontarkan Ateng Wahyudi, Ketua Umum Persib pengganti Solihin GP, ketika mereka kembali lolos ke grandfinal Kompetisi Perserikatan Divisi Utama 1986. Sempat terjepit sebelum melaju ke grandfinal, Persib tampil sebagai kampiun setelah menundukkan “penolongnya” di babak 6 Besar, Perseman Manokwari 1-0 lewat gol tunggal Djadjang Nurdjaman.
Di bawah penanganan pelatih Nandar Iskandar, perjuangan Persib dimulai dari babak pendahuluan Wilayah Barat di Stadion Teladan Medan (putaran pertama) dan Stadion Siliwangi Bandung (putaran kedua).
Ke Medan, Nandar membawa 23 pemain pilihannya. Mereka adalah Sobur, Boyke Adam Wawan Hermawan (penjaga gawang), Wawan Karnawan, Ade Mulyono, Suryamin, Ujang Mulyana, Sardjono, Adeng Hudaya, Robby Darwis, Joce Roni Sumendap, Cornelis Rudolf, Adjid Hermawan, Adjat Sudradjat, Yana Rodiana, Sam Triawan, Iwan Sunarya, Dede Rosadi, Djadjang Nurdjaman, Bambang Sukowiyono, Suhendar, Kosasih, dan Djafar Sidik.
Dalam menjalankan tugasnya, Nandar dibantu Max Timisela (asisten pelatih) dan Indra M Tohir (pelatih fisik) dengan dukungan Sukandar BE (manajer) dan Wardaya (wakil manajer).
Di babak pendahuluan, dari 10 pertandingan yang dimainkan, Persib mencatat rekor tidak terkalahkan. Dengan rekor 7 kali menang dan 3 kali imbang, Persib lolos ke putaran final (6 Besar) di Stadion Utama Senayan Jakarta dengan status sebagai juara Wilayah Barat.
Catatan mengesankan itu membuat Nandar optimistis. “Jadi saya yakin Persib akan tampil dengan amat baik hingga masuk final,” kata Nandar seperti dikutip Tabloid BOLA, Edisi No. 104, Jumat, 21 Februari 1986.
Tapi, apa yang terjadi di lapangan, Persib terseok-seok. Setelah bermain imbang tanpa gol dengan PSM di laga pembuka, (25/2/1986), Persib menderita kekalahan pertamanya pada musim ini ketika ditaklukkan Persija 2-3 (27/2/1986). Sempat bangkit dengan mengalahkan PSIS Semarang 2-1 (1/3/1986), Pangeran Biru kembali ditahan PSMS 0-0 PSMS (3/3/1986).
Posisi Persib pun terjepit. Dengan koleksi nilai 4, Persib berada di peringkat ketiga klasemen sementara di bawah Perseman Manokwari yang sudah memastikan satu tiket ke partai puncak berkat empat kemenangan beruntunnya dan Persija dengan nilai 4, namun unggul selisih gol.
Satu laga tersisa Persib adalah melawan Perseman, kandidat juara. Banyak orang, termasuk publik sepakbola Bandung mulai kehilangan harapan. Mereka bilang, Persib mustahil lolos ke grandfinal. Apalagi, dua rival terdekatnya, Persija dan PSMS masih akan memainkan dua pertandingan.
Namun, ketika pesimisme menyelimuti kubu Persib, keajaiban datang. PSMS yang belum meraih kemenangan dalam tiga laga sebelumnya, di luar dugaan menundukkan Persija 2-1. Sementara PSIS membuka peluang setelah mengalahkan PSM 3-2.
Hasil ini menjadikan persaingan merebut satu tiket tersisa ke babak grandfinal harus ditentukan pada partai pamungkas. Persija, Persib, dan PSMS yang sama-sama mengumpulkan nilai 4, dan PSIS dengan nilai 3 masih punya kans menantang kembali Perseman di partai puncak.
Persib beruntung. Karena sudah memastikan diri lolos ke grandfinal, pelatih Perseman Paul Cunming lebih banyak memainkan pemain lapis keduanya. Persib yang turun dengan kekuatan terbaiknya memberondong gawang Perseman dengan setengah lusin gol tanpa balas. Keenam gol Persib disumbangkan Bambang Sukowiyono (menit 10), Suhendar (15 dan 51), Dede Rosadi (25), Iwan Sunarya (30) dan Djadjang Nurdjaman (72-penalti).
Gosipnya, Perseman yang superior sengaja mengalah pada maung bandung untuk mengubur Persija lolos ke final,karena menurut pelatih perseman asal Inggris, Paul Cumming, Persija lebih kuat dari persib saat itu. Dan gosipnya pula, para pemain Perseman dongkol sama tim Persija, PSMS, dan PSM Makassar, karena merasa dikasari waktu tanding, mereka lebih suka tipe permainan Persib dikenal jarang main kasar namun main cantik mengandalkan teknik seperti kultur Pasundan
Kekalahan telak Perseman yang dalam empat pertandingan sebelumnya membabat semua lawannya dengan perkasa, tentu saja menimbulkan suara miring. Perseman dituding telah berbuat tidak fair dengan sengaja memberikan kemenangan besar buat Persib untuk menutup jalan Persija dan PSMS ke grandfinal. Dugaan yang mencuat ke permukaan, Perseman ingin menyingkirkan Persija yang dianggap telah bermain brutal saat bertemu mereka pada pertandingan pertamanya.
Meski menang besar, peluang Persija dan PSMS belum benar-benar tertutup. Syaratnya, Persija harus mengalahkan PSIS minimal dengan selisih empat gol dan PSMS menundukan PSM lebih dari enam gol. Tapi, syarat itu gagal dipenuhi Persija dan PSMS pada laga pamungkasnya, Jumat (7/3/1986). Persija cuma mengalahkan PSIS 3-0, sementara PSMS malah kalah 0-1 dari PSM, tim yang sebenarnya sudah tersingkir. Persib pun melaju ke grandfinal untuk ketiga kalinya secara beruntun.
Dalam pertandingan “sungguhan”, 11 Maret 1986, Nandar menurunkan formasi terbaiknya 4-3-3. Komposisi pemain yang ditampilkannya adalah Sobur (kiper), Adeng Hudaya, Robby Darwis, Suryamin, Ade Mulyono (belakang), Adjat Sudradjat, Bambang Sukowiyono, Iwan Sunarya (tengah), Suhendar, Dede Rosadi dan Djadjang Nurdjaman (depan). Begitu juga dengan Paul Cunming yang kembali mengandalkan Adolf Kabo, Yonas Sawor, Wellem Mara, Yohanis Kambuaya dan Eli Rumaropen.
Setelah babak pertama berlalu tanpa gol, Persib akhirnya bisa memastikan kemenangan melalui gol Djadjang Nurdjaman pada menit ke-77. Begitu wasit meniupkan peluit panjang tanda pertandingan berakhir, Stadion Utama Senayan Jakarta pun meledak oleh gemuruh dan sorak sorai bobotoh menyambut gelar juara yang sudah 25 tahun dinantinya.
Di lapangan, para pemain, pelatih dan ofisial tim pun berjingkrak kegirangan. Sang pencetak gol tunggal Persib dibopong bobotoh yang merangsek ke lapangan. Begitu juga dengan Ketua Umum Persib, Ateng Wahyudi yang larut dalam sukacita.
“Kepahitan, kepedihan, dan kecapaian hati, hari ini terobati sudah,” kata Ateng Wahyudi seperti dikutip Pikiran Rakyat, 12 Maret 1986.
Catatan & Beberapa Gosip Tambahan :
Selepas Persib menjuarai Perserikatan 1986, Persib akhirnya ditunjuk untuk mewakili Indonesia dalam turnamen Piala Pesta Sukan II di Brunei. Namun saat itu Adeng Hudaya sedang dipanggil timnas Indonesia A yg berlatih di Brazil. Oleh karena itu, Persib menambah 2 pemain yg memperkuat klub lain yaitu Herry Kiswanto dan Yusuf Bachtiar. Hasilnya Persib berhasil menjuarai turnamen ini setelah dalam partai final mengalahkan Malaysia 1-0. Gol tunggal Persib ketika itu dicetak oleh Yusuf Bachtiar.
Beberapa nama pemain Perseman Manokwari yang bermain di jaman itu. Woof bersaudara, kiper Marcus Woof, gelandang Julius Woof yang pernah bermain di klub Galatama UMS 80, serta striker Mathias Woof. Pemain lain : Willem Mara, Adolof Kabo, Max Krey, Piet Suabey, Ariess kapissa, Elli rumaropen, Yonas Wawor, Yohanis Kambuaya,
Beberapa nama pemain Persija saat itu : Tony Tanamal, Herman, Adityo Darmadi, Kamarudin Betay, Sanija, Roby Maruanaya. Buat yang punya data, kasih tahu di komentar ya, biar nanti bisa saya update lagi datanya.
Persipura : Jacobus Mobilala, Panus Korwa, Mettu Duaramuri, Carlos Ohe, Octo Ayemi. Gosipnya, Panus Korwa adalah satu-satunya pemain Indonesia yang bisa melakukan tembakan pisang di masa itu.
Gosipnya, setelah era generasi emas Persib 86 berakhir, Marek Janota belum pernah sukses lagi melatih club manapun di Indonesia. Gosipnya, Marek Janota sangat suka jajan martabak di Jalan Burangrang. Gosipna, Marek Janota pernah melatih Persikab Kabupaten Bandung dan hasilnya tidak sukses. Mungkin untuk kondisi sekarang, Marek Janota lebih cocok berpartner dengan Coach Indra Sjafri untuk mencetak para pemain muda berkualitas, dia tidak cocok membangun tim bertabur bintang dengan visi juara di musim yang bersangkutan. Gosipnya pula, Marek Janota adalah orang yang merekomendasikan Marek Andrezj Sledzianowski untuk melatih Persib Bandung yang tercatat dalam sejarah untuk pertama kalinya Persib menggunakan pemain asing yang hasilnya gagal total.