Pada Kompetisi 1991-1992, Persib gagal mempertahankan gelar setelah kalah 1-2 dari PSM di semifinal, dan 1-2 dari Persebaya pada perebutan tempat ketiga dan keempat.
nie musim gua juga ingat,partai semifinal psms vs persebaya 4-2 adalah paling seru sepanjang musim. persib vs persebaya 2-1 d babak 6 besar juga seru.juga psds vs persebaya 2-3. pas persegres vs psms d babak 6 besar zulkarnaen lubis(maradona indonesia)perkuat persegres n adiknya azwardin lubis merupakan bintang psms saat itu.sayang difinal psms dilibas psm yg gak diunggulkan lewat gol kaharuddin jamal ama arif kamaruddin.publik makassar pun berpesta karena dah lama gk juara sedang publik medan kecewa berat pas liat kapten psm ajis muin angkat piala.
Musim itu juga diwarnai dengan kekerasan yang dilakukan dengan pemain Persema dimana 4 pemainnya memukul 7 pemain Persebaya pada saat melakukan pemanasan dan akhirnya dimenangi Persema 1-0. Suporter Persebaya membalas dengan cara melempari pemain Persema dengan batu pada saat mereka bertandang ke Gresik di pertandingan terakhir putaran penyisihan dimana Persema hanya butuh hasil seri untuk lolos ke Senayan. Gosipnya, itulah awal perseteruan Surabaya dan Malang dalam kancah sepakbola nasional…
yah,.waktu itu walikota malang pake bikin statement segala di media “arek suroboyo haram masuk ke malang” hingga memperkeruh keadaan,.saat lawan persegres di gresik,.suporter surabaya ramai-ramai nyerbu kota tetangganya itu buat dukung persegres tuk membalas perlakuan johanes goehera dkk terhadap yusuf ekodono dkk di gajayana,.pemain persema sampai dimasukkan ke dalam panser segala untuk menghindari amukan suporter surabaya.,di liga indonesia pertama,.permusuhan makin meruncing setelah suporter arema melempar bis persebaya yg menyebabkan pemain persebaya nurkiman buta salah satu matanya hingga harus pensiun dini.,
Kalo ngga salah musim itu tim manager Persib sempet ngomong bakalan jalan kaki dr Jakarta – Bandung kl sampe Persib kalah lawan PSM di semifinal. Nyatanya Persib (Yg waktu itu sangat diunggulkan) tewas 1-2 tapi ga kedengeran tuh tim manager-nya jalan kaki pulang ke Bandung.
Formasi pemain PSM: Ansar Abdullah (penjaga gawang), Bahar Muharam, Anwar Liko, Moh. Ajis Muin, Aji Lestaluhu, Yusrifar Jafar, Hasanuddin/Arman Dadi, Alimuddin Usman, Erwin Wijaya/Mustari Ato, Kaharuddin, dan Jefry Dien.
Formasi pemain PSMS: Sisgiardi (penjaga gawang), Supianto, Sumardi, Ramli Lubis, Andreas, Eddy Suryanto/Edwin Daud, Azwardin Lubis, Suharto, Abdul Rahman, Bambang Usmanto, dan Witya Pusen.
Pada tahun 1993 Wahyu Hamijaya dipilih menjadi ketua umum Persib menggantikan Ateng Wahyudi. Pada kompetisi penutup Perserikatan 1993-1994 Persib meraih gelar juara setelah di final mengalahkan PSM 2-0 melalui gol Yudi Guntara dan Sutiono Lamso. Persib pun berhak membawa pulang Piala Presiden untuk selamanya karena kompetisi berikutnya berubah nama menjadi Liga Indonesia, yang pesertanya dari Galatama dan Perserikatan.
Saat merebut gelar juara Kompetisi Perserikatan terakhir, trio pelatih yang menangani Persib adalah Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, dan Emen “Guru” Suwarman. Materi pemainnya, yakni Aris Rinaldi (kiper), Robby Darwis, Roy Darwis, Yadi Mulyadi, Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yusuf Bachtiar, Asep Kustiana, Sutiono Lamso, Kekey Zakaria, Yudi Guntara.
Pemain terbaik: Sutiono Lamso (Persib)
Pencetak gol terbanyak: Agus Winarno (Persebaya/5 gol)
*) Sejak babak penyisihan, Sutiono Lamso (Persib) mencetak gol paling banyak. Namun, PSSI memutuskan bahwa gol dihitung mulai babak “8 Besar”.
Persib kembali mencatatkan namanya dalam sejarah kompetisi Liga Indonesia. Persib berhasil mencapai final dan menggengam trofi juara dengan menaklukkan Petrokimia Putra dihadapan lebih kurang 80.000 penonton di partai final dengan skor 1-0 melalui gol Sutiono Lamso pada menit ke-76. Sorai-sorai pun bergemuruh di Stadion Utama Senayan Jakarta. Saat itu, Persib ditangani trio pelatih Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, Emen “Guru” Suwarman. Persib menggunakan formasi 3-5-2 dengan materi pemain adalah Anwar Sanusi (kiper), Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Mulyana (belakang). Dede Iskandar (kanan), Nandang Kurnaedi (kiri), Asep “Munir” Kustiana, Yusuf Bachtiar, Yudi Guntara/Asep Sumantri (gelandang), Kekey Zakaria, Sutiono Lamso (depan).