Sudah dua musim terakhir ini, Persib Bandung memberi kontribusi berlimpah atas banyaknya pemberitaan-pemberitaan penuh sensasi di berbagai media online. Di Musim 2017 lalu Persib membuat sensasi dengan mendatangkan Megabintang kelas dunia Michael Essien. Tidak cukup sampai di situ, Persib juga mendatangkan mantan striker tim nasional Inggris Carlton Cole.
Saya sebagai bobotoh cuma bisa mempertanyakan, ngapain juga datangin Essien yang berposisi di defensive midfielder? Di sana khan sudah ada Haryono, Kim Kurniawan, Dedi Kusnandar, juga pemain muda Ahmad Subagja Baasith. Selain itu, Jurpiyanto pun bisa bermain sebagai gelandang bertahan. Benar-benar perekrutan yang secara teknis tidak sesuai kebutuhan. Pertanyaan saya, apakah itu sudah dikomunikasikan dengan Coach Janur sebelumnya? Atau keputusan sepihak manajemen berdasarkan kebutuhan bisnisnya semata?
Beberapa rekan bobotoh lain berkomentar, “Essien bisa ditempatkan sebagai gelandang serang atau playmaker, Kang”.
Well, di masa jayanya, Essien adalah gelandang yang kuat secara fisik. Ia sering disebut sebagai gelandang box-to-box karena kemampuannya untuk menggunakan energinya dalam mendukung permainan bertahan dan menyerang. Essien punya gaya bermain dengan tackle yang bertenaga, sehingga ia mendapat julukan “The Bison”. Essien juga dapat juga bermain sebagai bek, baik di sisi kanan ataupun di tengah. Apakah di Chelsea, Real Madrid, AC Milan, maupun Panathinaikos Essien pernah bermain sebagai gelandang serang atau playmaker?
Meskipun skill Essien memang sangat mumpuni, tapi, di usianya sekarang, 35 tahun, apa fisiknya masih memadai untuk menjadi pengatur serangan di lini tengah? Saat ini, ketimbang bermain di depan, rasanya lebih efektif menaruh Essien di belakang, seperti yang pernah dilakoni Ruud Gullit di Chelsea dulu saat ia berusia 33 tahun. Teu kudu loba teuing sprint jiga di hareup. Saya sih lebih percaya pada Makan Konate yang usianya jauh lebih muda dan bukan berkelas dunia tapi sudah terbukti memberi kontribusi nyata hingga membawa Persib ke tangga juara Piala Presiden 2016 dan Juara Liga Indonesia 2015.
Saat datang Carlton Cole, saya juga semakin ragu. Usianya sudah 34 tahun. Sudah lama tidak berlatih pula. Meski benar dia pernah berlabel timnas, tapi itu khan sudah masa lalu. Lagipula dia tidak secemerlang Gary Lineker, Alan Shearer, Michael Owen, Teddy Sheringham, Wayne Rooney… Mungkin Persib berharap Carlton Cole bermain cemerlang seperti Keith Kayamba Gump saat membawa Sriwijaya FC meraih banyak gelar juara tahun 2007 hingga 2010 di usianya di 40-an awal… atau Roger Milla yang bermain atraktif di Pelita Jaya tahun dalam usia 43 di tahun 1995 dulu. Tapi ternyata terbukti Cole tidak pernah mencetak gol satupun di Liga 1, bahkan memberi assist pun tidak, secara fisik pun untuk bisa bermain penuh terus diragukan orang.
Pada Pramuisim Liga 1 Tahun 2018 ini, Pikasebeleun manajemen terus berlanjut….
Terkesan Lemot & Euweuh Gadag
Saat tim lain sudah sibuk melobi pemain incaran, manajemen adem ayem aja. Saat public bertanya, mereka punya jawaban elegan, “Kami masih melakukan proses evaluasi”.
Dalam hal prekrutan pelatih baru pun terkesan lambat pisan. Sempat diberitakan mengincar Rachmat Darmawan, entah apa sebenarnya yang membuat keduanya gagal sepakat. Sempat pula digosipkan mendekati Niel Maizar, pelatih yang bernasib sial di Semen Padang.
Untunglah pelatih yang jadi didatangkan adalah Roberto Carlos Mario Gomes, pelatih terbaik Liga Malaysia yang membawa Johor Dahru Tazlim menjadi Juara Piala AFC. Ada kekhawatiran yang dirasakan kami sebagai bobotoh. Beberapa musim terakhir, Manajemen Persib selalu sukses membuat potensi para pelatih cemerlang bertangan dingin menjadi redup. Jaya Hartono yang sebelumnya sukses membawa tim promosi Persik Kediri menjadi juara, Arcan Iurie, Dejan Antonic yang sebelumnya begitu cemerlang memoles Pro Duta, Arema, dan Pelita Bandung Raya, hingga legenda Jajang Nurjaman, semuanya seakan frustasi dan tidak berkembang di bawah tekanan manajemen Persib.
Gosip Intervensi dan Pemaen Titipan
Masalah ini sepertinya sudah mendarah daging dari musim ke musim. Gosipnya gak pernah surut. Sejak era professional dibuka, Persib sudah berbeda dengan saat juara tahun 1995 yang mengandalkan pemain-pemain lokal hasil binaannya sendiri.
Di musin 2018 ini, naha pemaen nu direkrut karoolot wungkul. Eka Ramdani 33 tahun, Airlangga Sucipto 32 tahun, Oh In-Kyun 33 tahun. Batur mah peremajaan, rekrut pemain muda potensial. Mau bentuk Persib U-33 ini teh? Ironis memang, saat ini terjadi, pemain-pemain muda potensial hasil binaan sendiri yang membawa Jawa Barat menjadi juara PON berkembang di tim-tim lain. Eka Ramdani masih reasonable sih, dia pemain berteknik tinggi yang bisa menjadi playmaker, dia juga bias jadi panutan buat Gian Zola Nasrullah sang playmaker masa depan.
Bukan mengecilkan Airlangga, tapi selama di Persib periode sebelumnya, dia khan jarang diturunkan penuh, lebih banyak disimpan di bangku cadangan, sesekali diturunkan bisa jadi supersub. Setelah pindah ke tim lain, di sana juga nasibnya sama. Persib lebih tepat merekrut striker muda potensial sebagai bagian dari peremajaan tim. Untung aja masih ada Muchlis Hadi Ning Saefullah yang berhasil direkrut.
Kurang mengakomodir permintaan pelatih sesuai kebutuhan tim.
Hal pertama yang dikritik Gomes adalah sarana dan prasarana latihan. Ini masalah yang cukup unik bagi persebakbolaan nasional. Mungkin itu sebabnya timnas senior Indonesia gak pernah optimal. Setelah berprestasi di U-19, setelah para pemain berkarir di club, apa ada club di Indonesia yang punya training ground professional seperti club-club Eropa? Gak usah jauh-jauh ke Eropa dech, dibanding Malaysia aja kita masih kalah jauh. Gomes juga tidak nyaman melatih di Lapangan Lodaya. Selain rumputnya sintetis yang beresiko mencederai pemain, juga terlalu banyak dikerumini penonton. Bobotoh mah bagusnya dukung pas pertandingan aja atuh. Mungkin ini salah satu penyebab kurang optimalnya para pemain bintang di tim Persib. Baru latihan aja udah terlalu banyak ditonton kayak bintang film. Apa gak ganggu konsentrasi tuch? Sebagai pelatih, Opa Gomes juga gak mau strateginya jadi gampang terbaca lawan karena tempat latihannya terlalu terbuka.
Di musin 2018 ini, Gomes menilai kebutuhan Persib saat ini adalah posisi striker. Selain performa Ezechiel N’douassel si Aliando yang belum optimal, striker lokal belum memadai. Gomes butuh alternative striker berkualitas lain untuk memudahkan tim pelatih menyusun strategi, mengingat banyak laga yang harus dilalui nanti. Apalagi Piala Indonesia kembali digulirkan.
Opa Gomes merekomendasikan Jonathan Bauman dari Argentina. Manajemen seolah mengiyakan, tapi proses negonya terkesan bertele-tele pisan. Gosip pun terus mengalir di media. Pemberitaan di media seolah-olah mereka sedang dalam serius negosiasi dengan agen Bauman. Media ramai berspekulasi siapa pemain yang mau diputus kontraknya. Ada gossip Essien mau ditawarkan ke Persipura. Ada juga gossip dia ditawarkan ke DC United. Negosisi sukses? Sepertinya sih manajemen cuma bersandiwara, ujung-ujungnya di akhir masa transfer baru bilang tidak ada lagi penambahan pemain asing karena kuptanya sudah penuh.
Kenapa gak dari awal duduk satu meja, lalu bilang terus terang, “Pemain asing yang sudah dikontrak ini tidak mungkin diputus di tengah jalan, bahaya dampaknya bagi pihak sponsor, apalagi ini megabintang Essien, bagaimana kalau kita optimalkan saja pemain yang ada ini?”
Apa manajer gak mikir juga bagaimana dampanyak ke pemain yang digosipkan? Di awal musim. Vladimir Vujovic hengkang karena dia dengar gossip manajemen Persib mendekati Fabiano Beltrame. Hengkangnya Jupriyanto pun kalau mau jujur, gak mungkin gak ada hubungannya dengan kedatangan Victor Igbonefo.
Dari segi bisnis, ada segi positif mempertahankan Essien di Persib. Liga Indonesia menjadi terkenal di dunia. Banyak pemain top dunia mulai mencari informasi tentang Liga Indonesia. Di musim 2017 sebelumnya, salah satu factor yang membuat beberapa pemain seperti Peter Odemwingie, Mohammed Sissoko, Shane Smeltz, Juan Pablo Pino, dll berminat datang ke Indonesia karena kontribusi factor nama besar Essien juga. Lha sekarang prioritas manajemen di mana? Prestasi atau Prestise?
Dalam beberapa uji coba terakhir melawan tim-tim dengan level di bawahnya, kabarnya permainan anak asuh Opa Gomes semakin padu. Ezechiel mulai kembali memperlihatkan sentuhan terbaiknya saat mencetak 4 gol ke gawang Perserang. Muchlis pun memperlihatkan penampilan cukup menjanjikan. Semoga dengan kondisi seadanya seperti ini, Opah Gomes bisa meramu tim menjadi tangguh dan solid. Semoga Opa Gomes bias menggali dan mengoptimalkan para pemain muda potensial yang ada. Semoga prestasi Persib di musim ini lebih baik dari musim sebelumnya. Semoga…