Saya mulai suka dan mengamati Timnas Inggris sejak tahun Worldcup 1986, saat saya masih kelas 6 SD. Saat ini Garry Lineker menjadi top skorer dan Inggris tersingkir di perempat final lewat gol “tangan Tuhan” Diego Armando Maradona.
Saat saya menulis artikel ini, malam sebelumnya Inggris bertanding di penyisihan Euro 2020. Sebagai mantan orang yang pernah kecanduan game Championship Manager, saya memang senang dengan pembahasan formasi strategi bola. Pada pertandingan semalam, dengan Formasi 4-3-3, menurut saya, Inggris selalu tampil tajam. Semalam dibuktikan dengan membantai Bulgaria 6 – 0. Dari beberapa pertandingan sebelumnya, formasi ini membuat Raheem Sterling tampil lebih tajam dan produktif.
Pada pertandingan sebelumnya, Inggris kalah 1-2 dari Ceko, saat memainkan formasi 4-2-3-1, dan Inggris seperti kehilangan tajinya.
.
Di World Cup tahun 2018 kemarin, Inggris tampil dengan pola 3-5-2, suatu pola yg dulu dialami Southgate saat dia tampil sebagai pemain di Euro 1996 di bawah asuhan Terry Venables. Saat itu Inggris kalah adu penalti dari Jerman di babak semifinal, eksekutor yg gagal menaklukan Andreas Kopke saat itu tak lain dan tak bukan, ya si Southgate ini. Saat diterapkan di World Cup 2018 lalu, hasilnya lumayan juga, bisa membawa anak-anak asuhan Gareth Southgate yg rata-rata berusia muda ini ke semifinal.
Formasi 3-5-2 juga pernah dipakai oleh Glen Hoeddle di World Cup 1998. Tersebut ternyata lumayan juga, meski harus terhenti lantaran kalah adu penalti dari Argentina. Saat itu David Beckham benar-benar dikadalin sama Diego Simeone.
Ah, seandainya saat itu formasinya udah 4-3-3, mungkin bangeth mereka udah juara, karena karakternya lebih sesuai.