Konon, dalam istilah sunda sangat buhun, atau menurut LEMURIAN dikenal dengan istilah ZHUNNDA, ada istilah “Aménna”, yang artinya adalah adalah panggilan untuk ayah atau ibu. Dalam bahasa percakapan kita sehari-hari saat ini, dikenal dengan istilah : paman, emang, mamang, om, uncle, dll.. Adapun istilah “Bibi”, awalnya berasal dari kata “Lanbia”
Melalui sejarah yang cukup panjang, terjadi beberapa istilah yang merupakan turunan kata dari Aménna. Yang pertama adalah berubahnya kata “Aménna” menjadi “Aménnang”. Ini sih, rarasaan mah, cuma semacam ucapan orang cadel anak kecil aja ya. Mungkin istilah itu memang berasal dari ucapan cadel anak kecil yang ditiru secara latah oleh orang tuanya. Dalam tradisi masyarakat, istilah ini dianggap terlalu panjang karena terdiri dari 3 suku kata, lambat laun mengalami perubahan pengucapan “Emang” atau “Mamang”, lalu disingkat lagi jadi “Mang” saja, seperti yang umum kita dengar sehari-hari Mang Asep, Mang Ujang, Mang Ganjar, Mang Gungun, dll. Dalam istilah aslinya dulu seharunya adalah Aménna Asep, Aménna Ujang, Aménna Ganjar, Aménna Gungun, dll. Begitupun dengan istilah “Lanbia”, disingkat jadi “Bi” saja. atau “Bibi”
Turunan kata yang kedua, dalam bahasa sunda juga ada istilah ménak, yang artinya adalah kaum atau golongan bangsawan atau ningrat. Dalam istilah sunda buhun, adik-adik raja disebut radén. Saat itu ada istilah ménak dipakai sebagai ejekan atau olok-olok terhadap adik-adik raja yang sombong-sombong dan suka ngajago, padahal gak bisa apa-apa. Saat itu, adik-adik raja itu merasa tersinggung dipanggil “Mang”, jadi supaya nggak tersinggung, dipanggil “menak” aja.
Rupanya tradisi ini juga sampai terbawa ke jaman sekarang. Ada kesan seolah-olah istilah “Mang” dan “Bibi” ini lebih udik, kampungan, atau ndeso dibanding dengan istilah Om dan Tante. Ngaku aja dech, akang-tétéh pembaca blog ini lebih suka dipanggil “Om” atau “Mang”? Lebih suka dipanggil “Tante” atau “Bibi” he he..