Apakah CNI Sudah Gagal Membangun Sistem MLM?

Apakah CNI Sudah Gagal Membangun Sistem MLM?

Sebuah kabar mengejutkan beredar di dunia persilatan MLM. Gosip sadisnya CNI bubar. Cukup mengejutkan, CNI adalah perusahaan senior, salah satu pelopor MLM Indonesia, membernya sudah ratusan ribu orang, kualitas produknya juga bagus. Bukankah CNI pernah menyadang prestasi sebagai perusahaan MLM terbesar di Indonesia. Bahkan pada saat banyak MLM luar masuk menyerbu pasar Indonesia, CNI ujuk gigi buka cabang di luar negeri. CNI juga melakukan ekspansi ke luar negeri dengan mendirikan CNI Corporation di Malaysia, yang bertanggung jawab untuk memasarkan produk-produk CNI ke beberapa negara seperti Singapura, Hong Kong, Brunei, Filipina, dan China. Beberapa produk CNI bahkan sudah diekspor ke mancanegara. Kok bisa bubar? Tapi begitu saya telusuri berita sebenarnya, ternyata CNI sama sekali gak bubar. CNI cuma meninggalkan pola Multi Level Marketing atau Network Marketing yang sudah berjalan selama puluhan tahun. CNI kini beralih ke sistem direct selling biasa.

Fakta sebenarnya adalah begini. Mendekati akhir tahun 2023, CNI memutuskan untuk meninggalkan pola MLM dan beralih ke Mixed Marketing Concept (MMC), yang merupakan penggabungan dari konsep pemasaran tradisional (offline dan online) dan penjualan langsung (direct selling).

Ah, saya sih gak terlalu kaget. Saya amati sejak tahun 2000-an awal pun, sudah banyak top leader MLM yang pindah ke MLM lain. Ada satu pilar penting yang cacat di tubuh CNI: Business Support system. Pilar penting lainnya bagus. Kekuatan finansial perusahaan kuat. Produk-produknya keren. Banyak leader MLM bilang, omzet CNI terus menerus mengalami penurunan. Salah satu sebabnya karena banyak leadernya yang memilih untuk pindah ke MLM lain yang dia anggap lebih mudah dan menguntungkan untuk dijalankan, Mereka juga bilang, ada satu kelemahan penting yang gak segera diatasi. Saya pernah hadir di pertemuan mereka. Isinya cuma motivasi, tepuk tangan, nangis-nangis terharu saat cerita perjuangan para leader membangun bisnisnya. Masalahnya, membangun jaringan itu butuh ilmu yang lebih dari sekedar bakar semangat. Mereka juga perlu melatih para membernya untuk menjadi profesional Network Builder dengan berbagai teknik dan pola standar. Itu yang mereka Support Systemnya kurang bagus, JIka itu dibenari, CNI pasti tetap bertahan sebagai MLM besar. Lihat saja Amway. Marketing Plan lebih berat dibanding CNI. Produk juga banyak yang lebih mahal. Namun dari tahun 1959 hingga kini, Amway tetap eksis. Marketing Plan juga bisa dibilang gak berubah, tetap susah dan nyebelin. Amway punya banyak leader yang mengelola support sistemnya secara profesional.

Alasan CNI meninggalkan pola MLM versi internal mereka antara lain adalah:

  • Untuk mengikuti perkembangan zaman dan tren pasar yang semakin mengusung proses digitalisasi, sehingga produk CNI dapat menjangkau konsumen yang lebih luas lagi melalui market place online.
  • Untuk menciptakan image baru CNI sebagai perusahaan healthy lifestyle yang dapat diterima di kalangan milenial dan Gen Z, yang merupakan pasar terbesar di Indonesia saat ini dan memiliki akses teknologi paling kuat dibandingkan generasi lainnya2.
  • Untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan CNI, serta memberikan keuntungan yang lebih besar bagi konsumen dan member CNI.

Soal digitalisasi, bagaimanapun, kita semua tidak bisa menghindari digitalisasi dalam bidang apapun, baik MLM, Drect Selling biasa, maupun bisnis konvensional. Memangnya MLM lain gak melakukan digitalisasi?

Agar bisa diterima kalangan milenial. Memangnya kalangan milenial sudah anti marketing plan CNI pola lama?

Mau sistemnya tetap MLM maupun konvensional, konsumen dan member memang harus tetap mendapatkan keuntungan yang besar.

Menurut Asosiasi Perusahaan Penjualan Langsung Indonesia (AP2LI), sepanjang tahun lalu, pertumbuhan penjualan langsung atau MLM (multi level marketing) di Indonesia masih tinggi. Industri MLM ini mengalami pertumbuhan sebesar 10% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Data terakhir menunjukkan bahwa perputaran uang di industri penjualan langsung mencapai Rp 14 triliun per bulan. Bahkan hingga tahun lalu, terdapat lebih dari 400 perusahaan baik lokal maupun asing yang melakukan kegiatan penjualan langsung di Indonesia. Potensi industri MLM di masa depan tetap terbuka, terutama dengan pasar yang besar dan potensial.

Namun, perlu dicatat bahwa tren industri MLM dapat berfluktuasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi, regulasi, dan perubahan perilaku konsumen. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan MLM untuk terus beradaptasi dan berinovasi agar tetap relevan dan berkelanjutan di tengah perubahan yang terjadi

Comments

comments