Cara Bijak Menyikapi Potensi Pertengkaran di Group WhatsApp

Cara Bijak Menyikapi Potensi Pertengkaran di Group WhatsApp

Banyak hal positif yang saya rasakan sejak masyarakat semakin familiar dengan WhatsApp. Group-group alumni, group keluarga, dan group-group bisnis tumbuh pesat. Saya pribadi merasakan manfaat group WhatsApp untuk terhubung ke family dari garis ayah saya, yang seandainya gak ada WhatsApp, sudah hampir “pareumeun obor”.

Masyarakat Indonesia sepertinya sudah mulai sepakat untuk menggunakan WhatsApp Messenger sebagai media komunikasi utamanya. Orang memilih WhatsApp karena kemudahan dan kepraktisannya. Tidak perlu Pin khusus seperti di Blackberry Messenger Almarhum, No HP aktif kita yang terdaftar di akun WhatsApp langsung otomatis terdeteksi ketika kita simpan di daftar kontak.

Yang saya lihat dan saya alami sendiri, umumnya terhubung kembali dengan teman-teman lama dan sanak saudaranya yang sempat “lost contact” melalui Facebook. Setelah sering mulai ngobrol di Facebook, barulah berlanjut ke WhatsApp, yang kemudian mulai berkumpul di WhatsApp group. Saya hanya share pengalaman pribadi saja.

WhatsApp mulai terasa tidak nyaman ketika orang-orang yang berbeda pandangan politik, atau berbeda penafsiran agama mulai berdebat dan beradu argumen di group-group WhatsApp. Saya mengalami masalah ini di group keluarga besar saya. Di saat itulah orang-orang mulai bergunjing, bergibah, hingga tanpa sadar saling menfitnah dan saling berbagi kebencian.

Saya perhatikan itu terjadi sejak Pilkada DKI 2014 silam. Sungguh sangat menyedihkan.

Jika kondisi seperti ini, apa yang sebaiknya perlu kita lakukan agar silaturahmi tetap terjaga?

Pertama, gak usah tanggapi orang yang berbeda pandangan politik. Hindari debat, apalagi kalau sudah berhubungan dengan masalah Pilpres, percuma. Mungkin dalam pandangan kita, cara pandang dan cara pikir lawan bicara kita salah. Tapi toch tetap saja tidak bisa diselesaikan dengan adu argumen. 

Dalam kasus ini, nyata benar bahwa debat itu gak ada manfaatnya. Jika kita menang debat, yang puas cuma ego, pada kenyataannya kita toch kalah juga. Jika sebelumnya  yang kita kalahkan debat itu adalah konsumen kita, besar kemungkinan kita sudah kehilangan 1 konsumen. Jika yang kita kalahkan debat itu partner sekaligus tenaga ahli kita, besar kemungkinan kita jadi kehilangan SDM terhebat di bisnis kita. Iya khan? Jadi ya mending gak usah debat aja, karena cara terbaik untuk memenangkan perdebatan adalah : JANGAN BERDEBAT. Dari sudut pandang dalil-dalil agama sekalipun, bukanlah debat itu lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya?

“Never argue with a fool; onlookers may not be able to tell the difference.” —Mark Twain

“Don’t argue with idiots because they will drag you down to their level and then beat you with experience”. —Greg King

Alihakan pembicaraan secara halus, atau cobalah berusaha ngobrol masalah lain dengan anggota group yang lain. Cara ini terbukti cukup efektif untuk meredam konflik.

Hapus semua postingan yang tidak sesuai dengan keyakinan kita. Tidak usah dibalas dengan postingan lain untuk meluruskan pandangan si pemosting. Percuma saja. Sebodo amat mau dibilang apatis, gak punya sikap, gak tegas, sok netral padahal gak netral, atau apapun lah predikat dari mereka.

Hal lain yang perlu kita tindaklanjuti adalah, jangan lanjutkan bahas masalah perbedaan pendapat ini saat kita bertemu secara langsung di dunia nyata. Seringkali sikap dan tutur kata dunia WhatsApp berbeda dengan bahasa sehari-hari di dunia nyata. Kembangkan sikap penuh pengertian. Berpikir positif saja, pada dasarnya mereka yang berbeda pendapat dan pandangan politik dengan kita itu sebetulnya pada dasarnya adalah orang baik, kebanyakan orang begitu.

Demikian opini pribadi saya di sini. Semoga bermanfaat bagi teman-teman yang sudah meluangkan waktunya di sini untuk membaca curhatan saya ini, he he…

Comments

comments

You cannot copy content of this page